Mohon tunggu...
Iip Rifai
Iip Rifai Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Penulis Buku PERSOALAN KITA BELUM SELESAI!, 2021 | Pernah Belajar @Jurusan Islamic Philosophy ICAS-Paramadina, 2007 dan SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, 2015

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mudik, Geh!

9 Mei 2021   16:49 Diperbarui: 9 Mei 2021   18:23 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai hari ini, saya tak tahu kenapa kaum bapak (anak lelaki) yang mendapat tugas khusus untuk membeli daging kerbau, bukan kaum ibu (perempuan). Saya menebaknya karena, mungkin, alasan teknis semata, tak lebih.

Tradisi lainnya adalah menjelang sore, kira-kira setelah asar. Ada semacam pertukaran makanan antarkerabat, antartetangga atau antarsaudara. Daging kerbau, ikan, ayam, nasi dan sejenisnya yang tadi pagi dibeli di pasar; setelah dimasak dan matang akan menjadi "objek tukaran" makanan yang dibawa oleh perwakilan kerabat, saudara atau lainnya yang berada di satu kampung atau luar kampung. Terlihat jalanan ramai dengan lalu lalang mereka, ada yang jalan kaki, memakai sepeda atau motor. Tergantung jauh-dekatnya lokasi yang dituju. Kondisi demikian menjadi pemandangan sore yang unik karena makanan dibawa memakai "baskom" yang disarungi semacam taplak meja yang diikat setiap ujungnya di bagian atas tengah baskom tersebut.

Soal panganan lebaran di kampung saya, ada ketupat. Mayoritas warga membuatnya; mulai dari merajut cangkangnya, mengisinya dengan beras hingga memasaknya di atas tungku tradisional yang berbahan kayu bakar. Kata ibu saya, jika ingin mendapatkan kualitas ketupat yang bagus, harus dimasak (digodok) seharian, dari pagi hingga sore. Ketupat yang dihasilkan bisa bertahan beberapa hari. Tentu, tanpa pengawet. Tak seperti ketupat-ketupat yang saya dapatkan di pasar-pasar yang diakali penjualnya dengan tambahan pengawet.  

Panganan lainnya yang dibuat untuk kebutuhan hari raya adalah gegemblong. Kami menyebutnya demikian. Ia bermula dari beras ketan yang dimasak dicampur dengan parutan kelapa, setelah menjadi aron, kemudian ia ditutug (baca: ditumbuk) secara manual hingga hancur dan kemudian menjadi halus. Rasanya gurih. Orang lain menyebutnya itu adalah uli atau ulen.

Setelah gegemblong itu jadi, ia akan dibungkus daun pisang yang sudah diminyaki sedikit, dalam rangka menjaga kualitas dan rasa. Ia bisa dimakan langsung atau bisa pula digoreng atau dibakar, sesuai kebutuhan. Pasangannya adalah semur daging kerbau. Gegemblong biasanya dimakan dengan cocolan semur daging kerbau. Rasanya yang super nikmat dan khas tersebut hanya bisa dinikmati oleh orang-orang mudik. Masakan setiap ibu dalam sebuah keluarga memang menyisakan cerita yang hanya bisa dikisahkan oleh orang-orang yang bisa mudik ke kampung halamannya. Sebuah kesempatan emas yang tak bisa tergantikan oleh apa pun.

Di keluarga besar saya, biasanya "seremoni" mencicipi kelezatan dan kenikmatan gegemblong dan semur daging kerbau yang menggairahkan itu dimulai sebelum berangkat menuju lapangan untuk salat id. Kalau tidak salah, ada satu hadis yang mengatakan bahwa salah satu sunnah yang diajarkan Nabi sebelum berangkat salat idulfitri adalah dengan mengonsumsi makanan atau minuman terlebih dahulu.

Momentum itulah yang kemudian keluarga kami jadikan sebagai start untuk memulai menikmati gegemblong dan semur daging kerbau dengan segala kedahsyatannya. Seremoni selanjutnya kami rayakan dengan menyocol semur daging kerbau dengan gegemblong goreng atau bakar di hari-hari berikutnya hingga semur daging kerbau tersebut "hilang" dari peredaran di dapur.

Mudik, di samping sebagai media silaturahmi keluarga untuk bermaaf-maafan, ia juga berfungsi sebagai media pemersatu keluarga besar kami saat menyocol semur daging kerbau dengan pasangan setianya, yaitu gegemblong.

Serang, 9 Mei 2021 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun