Mohon tunggu...
Iip Rifai
Iip Rifai Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Penulis Buku PERSOALAN KITA BELUM SELESAI!, 2021 | Pernah Belajar @Jurusan Islamic Philosophy ICAS-Paramadina, 2007 dan SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, 2015

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Curug Tomo dan Pegal Betis

16 Juni 2020   16:09 Diperbarui: 17 Juni 2020   01:04 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hari yang lalu, tepatnya Minggu, 14 Juni 2020, saya dan empat orang lainnya (Yanwar, Zanky, Yahdi, dan Ilham) kira-kira pukul 10.00 WIB, memulai pemberangkatan menuju salah satu objek wisata "Curug Tomo" yang berlokasi di perbatasan Kecamatan Padarincang, Serang dan Kecamatan Mandalawangi, Pandeglang.

Zanky adalah putra dari Yanwar, seorang remaja, kira-kira 13 tahun-an, umurnya. Keduanya datang dari Kota Serang. Sengaja datang ke Padarincang untuk urusan di atas. Sedangkan Yahdi dan Ilham adalah dua orang remaja menginjak dewasa, sebagai pemandu jalan kami menuju Curug Tomo.

Perjalanan menuju obyek wisata lumayan cukup jauh. Kami memilih mengendarai motor ketimbang mobil. Disamping lebih efektif juga efisien. Dari awal pemberangkatan (Gunung Buntung) hingga parkiran terakhir, jarak yang kami tempuh kira-kira mencapai 35 km. Ditambah jarak tempuh dengan jalan kaki dengan kondisi jalan naik turun, mencapai 5 km. Tentang durasi waktu yang kami habiskan, dari awal pemberangkatan hingga mencapai lokasi tujuan, kurang lebih 1,5 jam.

Banyak dinamika yang kami temukan dalam perjalanan. Jalan yang menanjak ekstrem saat menuju lokasi, kemudian mendapatkan turunan yang ekstrem pula, saat balik. Terlebih saat perjalanan dari parkiran terakhir menuju lokasi. Kami semua menempuhnya dengan jalan kaki.

Luar biasa, ekstrem, menurut saya sebagai pemula. Berjalan dalam jalan setapak dan masih tanah. Untungnya, saat naik dan turun ada beberapa warga di sana yang memudahkan perjalanan kami, dengan membuat sengkedan. Betul, selain memudahkan kaki berjalan, pula meminimalisasi kelicinan. Salut bagi mereka.

Perjalanan yang dahsyat, akhirnya terbayarkan dengan lokasi yang kami lihat dan rasakan. Aduhai, indah sekali kawan. Suasana yang menyegarkan, hawa yang sejuk dan dingin otomatis kami cicipi sesampainya di mulut curug. Serasa ingin segera "ngagajebur" (lompat ke air), ngojay (berenang), dan main air di bawah air curugnya.

Namun, sebelum kami mandi dan bermain air, nasi timbel dan ikan mas goreng serta sambel combrang yang kami bawa, segera dibuka. Tak lain, perjalanan yang lumayan jauh dan menguras energi tersebut telah memaksa perut kami untuk diisi. Enam atau tujuh buah timbel nasi ukuran sedang yang kami bawa, ditambah  beberapa potong ikan mas goreng dan sambel combrangnya, tak lama, kami ludeskan tanpa sisa.

Sebuah perayaan yang cukup mewah bagi kami. Makan bersama di atas batu, di pinggir Curug Tomo yang eksotis. Aliran air yang cukup deras dikelilingi pepohonan yang besar dan rindang dan sejumlah narasi indah lainnya telah mengiringi makan siang kami dengan tertib dan lancar. "Alhamdulillah" adalah sebaik-baik kata yang kami haturkan kepada pencipta alam indah ini.

Mandi, berjemur dan foto-foto adalah aktivitas lain yang sama pentingnya yang tak kami lewatkan. Dokumentasi adalah sebaik-baiknya data untuk sebuah sejarah. Mengunjungi objek wisata yang jauh dari kampung atau kota adalah bagian dari cara bagaimana kami mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Menerjemahkan "ayat-ayat kauniyah" ala kami adalah mengakrabkan diri dengan alam. Sederhana dan tak terlalu mahal. Kami bersyukur atas karunia-Mu, Ya Allah.

Satu hal penting, informasi yang saya mau bagi di akhir tulisan ini adalah nasib kaki saya. Sehari setelah perjalanan, tepatnya saat saya bangun pagi, kaki saya terasa pegal dan kaku. Hampir tak bisa jalan, jika tak dipaksakan. Entah 4 orang lainnya, apakah menemukan hal yang sama atau biasa saja. Yang jelas, betis, paha dan telapak kaki saya terasa kaku dan pegal-pegal hingga tulisan ini saya susun. Mungkin ini yang disebut olahraga tanpa pemanasan. Tak ada persiapan fisik apapun yang saya lakukan sebelum naik Curug Tomo.

Pelajaran berharga untuk perjalanan selanjutnya. Persiapan fisik sebelum perjalanan setidaknya dilakukan sehari atau dua hari sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk menyiasati kaku dan pegal-pegal yang dirasakan kaki, khususnya. Satu lagi hal penting, kaki yang kaku dan pegal tak berimbas pada nafsu makan. Urusan makan tak dipengaruhi konsekuensi di atas. Hal inilah yang menyebabkan saya tak terlalu khawatir. No problemo, paling dua atau tiga hari ke depan kaku dan pegal di kaki saya akan hilang sendirinya. Begitu kira-kira teori sakit ringan. Hahaha..!

Gunung Buntung-Selasa Sore, 16 Juni 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun