Itu tidak berarti kita mengingkari tanggung jawab kita untuk membimbing anak-anak kita dengan menetapkan batasan. Tidak berlari ke jalan, tidak mengganggu teman, tidak berteriak, tidak mengambil hak orang lain, tidak terlambat datang, tidak buang sampah sembarangan, tidak menyakiti hewan. Tetapi kita tidak perlu menghukum untuk menetapkan atau mengendalikan batasan seperti itu.
Apakah Anda bertanya-tanya bagaimana anak Anda akan belajar untuk tidak melakukan hal-hal ini lain kali, jika Anda tidak "mendisiplinkan" dia ketika dia melakukannya? Maka Anda berasumsi bahwa kita perlu menghukum anak-anak untuk "mengajarkan pelajaran."
Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa menghukum anak-anak menciptakan lebih banyak perilaku buruk.
Jane Nelsen, ED. D. & Lynn Lott, M.A, M.F.T Â dalam bukunya 'Positive Discipline A-Z -- 100 Solutions To Everyday Parenting Problems', Â menulis tentang beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orangtua atau juga guru tentunya di sekolah.
Untuk mengganti hukuman sebagai akibat yang harus diterima dari kesalahan anak (bisa jadi kesalahan anak tersebut adalah hasil dari kesalahan orangtua yang tidak tepat dalam melaksanakan pola didik dan pola asuh di rumah) dengan berbagai akternatif, dan latihan praktis yang sederhana, bukan sekedar uraian yang berfokus kesalahan dan cara mengatasinya, namun juga kepada pengetahuan tentang konsep diri, perilaku individu, faktor-faktor komunikasi dan berbagai hal lainnya.
Saya kutipkan di antaranya sebagai berikut:
a. Â Pahami anak/murid Anda.
Apakah Anda mengenal betul siapa anak/murid Anda, daripada hanya tahu dari mana mereka, dimana mereka tinggal?
Anak memiliki karakter dan perilaku serta emosi yang jauh berbeda dengan orang dewasa. Dunia mereka dipenuhi dengan percepatan perubahan yang signifikan dari dalam diri mereka sendiri, baik secara fisik, kemampuan intelektual, maupun emosional.
Banyak hal yang kita anggap sebuah "perlawanan", pemberontakan atas perasaan terkekang karena aturan, adalah suatu kekeliruan fatal yang mesti kita  respons dengan sikap keras, dan ganjaran hukuman. Padahal  Di balik sebuah pelanggaran aturan oleh anak, seberapa jauh kita pahami latar belakang perilaku yang muncul? Perasaan apa yang dialami oleh anak sehingga ia melakukan "pemberontakan" tersebut?
Alih-alih  langsung memvonis anak yang terlambat dengan hukuman, ancaman, dan dipermalukan di depan kawan-kawannya, guru bisa mencari penyebab keterlambatan, memberikan solusi supaya keesokan hari tidak datang terlambat lagi.
b. Â Ganti hukuman dengan informasi dan kesempatan untuk belajar dari kesalahan (self evaluation)