Mohon tunggu...
Ismet Inoni
Ismet Inoni Mohon Tunggu... Buruh - Salah Satu Pimpinan di Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP GSBI)

GSBI adalah salah satu serikat buruh yang berkedudukan di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Buruh Minta Perbaikan Sistem Pengupahan, Menteri Malah Kasih Kemudahan Outsourcing

20 Agustus 2019   13:14 Diperbarui: 20 Agustus 2019   13:16 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan 23 Oktober 2015 lalu, aturan ini sempurna dijalankan dalam membatasi kenaikan upah buruh tahun 2017-2019 kemarin. Dimana dari tahun 2017 kenaikan upah di-34 (tiga puluh empat) provinsi se-Indonesia kurang dari 9 persen, tepatnya 8,25-8,71% sesuai dengan akumulasi dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi setiap tahun secara nasional.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) terkait upah dan kebutuhan hidup buruh di provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta tahun 2018, di mana upah yang diterima oleh buruh hanya sanggup mencukupi 52% kebutuhan buruh setiap bulannya. 

Sementara penelitian lain yang dilakukan oleh SPN dan Garteks-KSBSI bersama Akatiga pada tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa upah buruh Indonesia hanya mencukupi 62% kebutuhan buruh.

Jika membaca dan mempelajari dari kedua hasil penelitian serikat buruh tersebut, ternyata upah buruh belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidup buruh, justru faktanya semakin turun pada sembilan hingga sepuluh tahun terakhir.

Perlawanan buruh terhadap kebijakan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan terus dilakukan oleh serikat buruh. Aksi-aksi perlawanan tersebut dibalas oleh pemerintah dengan tindakan represif dilapangan, penangkapan hingga pengadilan. 26 (dua puluh enam) orang aktivis buruh sempat menjadi terdakwa di pengadilan, meskipun pada akhirnya ke-26 orang aktivis ini dibebaskan oleh pengadilan. 

Akan tetapi apa yang dilakukan pemerintah dengan menyeret para aktivis ke Pengadilan adalah salah satu bentuk kekerasan atas nama negara. Kekerasan negara terhadap rakyatnya adalah bentuk nyata fasisme, dan seharusnya tidak perlu terjadi jika memang benar ini adalah negara demokrasi.

Meski menghadapi tantangan demikian, serikat buruh pantang bersurut, dalam setiap momentum masih terus menyuarakan pencabutan PP 78 tahun 2015, baik dalam aksi-aksi serikat secara mandiri maupun bersama aliansi, seperti pada momentum hari buruh sedunia misalnya. 

Terkait perkembangan PP 78 tahun, pada peringatan hari buruh sedunia tahun 2019, rejim Jokowi-JK mengundang beberapa pimpinan serikat buruh di Istana Bogor, di mana dalam pertemuan makan siang tersebut Jokowi berkomitmen untuk melakukan perubahan atas PP 78 tahun 2015, demikian yang ditangkap para pimpinan serikat buruh tersebut.

Faktanya hari ini, suara perubahan atas PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan justru kurang terdengar, bahkan cenderung menghilang. Melalui Kemenaker RI, pemerintah justru menggulirkan revisi atas Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Yang lebih mengagetkan, Menaker RI pada awal Agustus 2019 menerbitkan Permenaker No.11 tahun 2019 tentang Perubahan Permenaker No. 19 tahun 2012 tentang perusahaan alih daya atau outsourcing, yang efektif berlaku mulai 5 Agustus 2019.

Aturan tentang outsourcing sesungguhnya tidak perlu banyak dilakukan perubahan, jikapun hendak melakukan perbaikan, jawabannya hanya satu yaitu menghapus sistem kerja outsourcing itu sendiri, karena sistem ini tidak pernah memberikan jaminan kepastian kerja terhadap buruh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun