Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kerusuhan di Kanjuruhan, Bukti Rendahnya Literasi Sepak Bola Indonesia

2 Oktober 2022   12:29 Diperbarui: 3 Oktober 2022   04:29 1857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di area Stadion Kanjuruhan,Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/9/2022) malam. Foto: Kompas.com/Suci Rahayu

Pertama, maraknya flare alias suar yang dinyalakan di tribun penonton.

Ini jelas pelanggaran terhadap larangan FIFA. Sudah sejak lama sekali badan sepak bola dunia melarang penggunaan flare di dalam stadion, terutama saat pertandingan berlangsung.

Tak hanya suar, FIFA juga telah mengeluarkan larangan membawa segala macam flammable stuffs atau pyrotechnics seperti kembang api atau smoke bombs ke dalam stadion. Tidak ada kompromi dalam hal ini, sebab sanksinya tegas dan dendanya lumayan menguras kas klub.

Kalau ada penonton yang kedapatan membawa benda-benda tersebut, petugas wajib menyitanya. Kalau kemudian ada yang berhasil membawanya masuk sampai ke tribun dan menyalakannya saat pertandingan, klub tuan rumah bisa kena denda oleh federasi.

Di Italia, wasit boleh menunda dan bahkan menghentikan pertandingan jika penonton menyalakan flare. Ini pernah dilakukan Andrea Gervasoni saat memimpin pertandingan antara Lazio melawan Palermo, April 2016.

Di Inggris, kalau ada pemain yang malah memain-mainkan flare lemparan penonton dari tribun, bukan langsung membuangnya keluar lapangan, sudah cukup bagi FA untuk menjatuhkan hukuman keras.

Masih ingat kasus Richarlison melakukan selebrasi gol dengan melempar flare ke penonton di Goodison Park akhir musim lalu? Saat itu si pemain masih membela Everton dan mencetak gol kemenangan nan penting ke gawang Chelsea.

Akibat perbuatan tersebut, Richarlison dijatuhi larangan tampil selama satu pertandingan oleh komisi disiplin bentukan FA. Sanksi yang membuatnya tidak bisa tampil di awal musim ini bersama Tottenham Hotspur.

Tak hanya itu, Richarlison juga dikenai denda 25.000 pound. Dia dituding melanggar Rule E3, yang meliputi tindakan tidak pantas di atas lapangan. Pyrotechnic sendiri dilarang masuk stadion di Inggris, sebagai ratifikasi atas aturan FIFA.

Sebelum itu, gelandang muda Liverpool Harvey Elliot juga sempat bermasalah akibat flare. Dia dimintai penjelasan oleh FA terkait kelakuannya saat merayakan kemenangan atas Chelsea di final Carabao Cup dengan flare yang dilemparkan penonton dari tribun. 

Oke, sebagai penyuka sepak bola yang pernah muda, di mana semasa masih di Jogja selalu mengupayakan menonton langsung setiap pertandingan PSS Sleman (sejak masih di Stadion Tridadi) dan PSIM, saya mengerti mengapa menghidupkan flare itu tampak keren.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun