Mohon tunggu...
Drh. Chaidir, MM
Drh. Chaidir, MM Mohon Tunggu... profesional -

JABATAN TERAKHIR, Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2008, Pembina Yayasan Taman Nasional Tesso Nillo 2007 s/d Sekarang, Pembina Politeknik Chevron Riau 2010 s/d sekarang, Ketua Dewan Pakar DPD Partai Demokrat,Riau 2009 s/d 2010, Wakil Ketua II DPD Partai Demokrat Riau 2010 s/d 2015, Anggota DPRD Tk I Riau 1992 s/d 1997, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tk I Riau 1993 s/d 1998, Ketua Komisi D DPRD Tk. I Riau 1995 s/d 1999, Ketua DPRD Provinsi Riau 1999 s/d 2004, Ketua DPRD Provinsi Riau 2004 s/d 2008, Wakil Ketua Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi se-Indonesia 2001 s/d 2004, Koordinator Badan Kerjasama DPRD Provinsi se-Indonesia Wilayah Sumatera 2004 s/d 2008, Pemimpin Umum Tabloid Serantau 1999 s/d 2000, Pemimpin Umum Tabloid Mentari 2001 s/d 2007, Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA Pusat)AJB Bumiputera 1912 2006 s/d 2011, Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 (Pusat)2010 s/d 2011, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jurusan Ilmu Pemerintahan UIR Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jur Ilmu Komunikasi Univ Riau Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi DWIPA Wacana 2011

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gempa KPK

10 April 2012   21:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:47 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh drh Chaidir

DALAM sepuluh hari ini ada tiga kejadian heboh di Riau. Pertama, gempa bumi berkekuatan 5,1 Skala Richter di Kabupaten Siak. Kedua, blitzkrieg alias serangan kilat di malam buta yang dilakukan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana di Lapas Pekanbaru yang berhasil mencokok tiga orang narapidana dan menerbangkannya ke Jakarta. Ketiga, blitzkrieg KPK di DPRD Provinsi Riau.

Gempa di Siak bikin heboh, sebab sebagaimana sering diungkapkan, Kabupaten Siak yang terletak di dataran rendah Riau di pesisir timur Pulau Sumatera, bukanlah daerah lintasan gempa. Kenapa tiba-tiba ada gempa? Adakah gempa ini pertanda adanya "gempa susulan" berupa serangan kilat Wakil Menteri dan KPK itu? Tentu saja itu hanya sebuah peristiwa yang kebetulan saja terjadi secara berurutan. Tetapi getaran, dua "gempa susulan" tersebut, terutama yang disebut terakhir, sampai hari ini masih terasa dahsyat goncangannya.

Yang bikit kaget tentulah blitzkrieg KPK itu. Komentar publik suka-suka. Bermain air basah bermain api hangus. Kalau takut dilamun ombak jangan berumah di tepi pantai. Tangan mencincang bahu memikul, siapa menabur angin akan menuai badai, dan seterusnya. Masalahnya bukan pada satu atau dua atau tiga tersangka, atau pada vonis berat atau ringan yang bakal dijatuhkan hakim. Masalah vonis, tersangka atau saksi, itu proses hukum. Dalam perspektif hukum positif yang dianut bangsa kita, fakta hukum yang terhidang di meja hijau, yang disajikan oleh pakar hukum pihak penuntut dan pembela, sangat menentukan vonis yang akan dijatuhkan hakim. Oleh karena itu biarlah masalah dugaan korupsi penambahan anggaran pembangunan venue cabang olahraga menembak PON ke-XVIII itu berproses secara hukum.

Gunakan saja sejenak waktu untuk merenung, adakah sesuatu yang menyalah dalam masyarakat kita? Lihatlah, penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, yang dilakukan oleh oknum-oknum di lembaga eksektuif, legislatif, dan lembaga yudikatif, telah menjadi perilaku yang jamak terdengar dari berbagai penjuru. Semakin lama semakin parah. Hampir tiada hari tanpa berita tentang ketidakadilan, penyalahgunaan wewenang, tentang korupsi, manipulasi, praktik mafia, perampasan hak orang lain, dan sebagainya. Rasanya, tidak mungkin tidak disadari bahwa itu adalah sebuah perbuatan yang menyalah. Tapi itulah realitasnya. Sungguhkah pedoman benar atau salah tak lagi hadir di tengah kita?

Barangkali kondisi inilah yang disebut oleh Émile Durkheim, sosiolog Prancis abad ke-19, sebagai sebuah masyarakat yang anomie, masyarakat yang kehilangan norma. Hal ini terjadi apabila masyarakat mengalami perubahan-perubahan besar dalam situasi ekonomi, entah membaik atau memburuk. Juga ketika ada kesenjangan besar antara nilai-nilai teori dan realitas. Orang yang paling tidak mungkin sukses melalui cara-cara yang sah adalah yang paling tertekan untuk (terpaksa) mempergunakan kesempatan yang ilegal atau cara-cara yang tidak sah. Teori ini mirip dengan teori Robert K. Merton ketika mengatakan motivasi kejahatan hanya timbul ketika cara yang sah mencapai sukses tidak tersedia atau kurang.

Lalu? Bahkan Tuan Durkheim, yang orang Prancis itu, memandang, agama-agama tradisional seringkali memberikan dasar bagi nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh individu yang mengalami anomie. Asal Tuan Durkheim tahu saja, di negeri Melayu ini pun kami telah lebih dulu berprinsip seperti Tuan.

Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun