Mohon tunggu...
Bunga Sirait
Bunga Sirait Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tragedy + Time = Comedy

Senang mengamati perkembangan gaya hidup berkelanjutan (sustainability) dan sekitarnya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fast Fashion: Gaya, Cepat, Murah, tapi Banyak Problema

29 Juni 2021   22:17 Diperbarui: 29 Juni 2021   22:40 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Made in America Movement

Model, warna, tren, harga, hal-hal inilah yang umumnya menjadi pertimbangan ketika kita membeli produk fashion seperti baju, celana, sepatu dan kawan-kawannya. Jarang rasanya ada orang yang ketika sedang naksir satu celana chino misalnya, lalu bertanya pada dirinya “Tapi tunggu dulu, dibuat dimanakah celana ini? Siapakah yang membuatnya, jangan-jangan anak di bawah umur? Atau mungkin bukan buruh anak tapi orang dewasa yang dibayar rendah dan bekerja di gedung mengerikan semacam Rana Plaza?” 

Kalau betul hal-hal ini yang menjadi pertanyaan kamu sebelum membeli pakaian, tentu kita angkat topi! Artinya kamu punya kepedulian sosial dan wawasan yang luas (orang dengan wawasan kurang luas sangat mungkin tidak tahu apa hubungannya beli baju dan buruh anak, misalnya. 

“Duit-duit gue, terserah gue. Itu kan anaknya juga udah pasti dibayar sama perusahaannya. Masih bagus bisa kerja.” (Enggak selalu begitu ya. Tapi ya, kira-kira semacam itulah kalau dari pengalaman saya.)

Bisa dimengerti. Ada orang yang belum tahu, tidak mau tahu, dan memang ada juga yang tidak berpikir sampai ke situ. “Ngapain mikirin bagaimana proses panjang sebuah pakaian sampai bisa di tangan kita? Saya cuma perlu baju baru untuk bikin konten Tik Tok (atau masukkan merek social media kesayangan Anda).

Di antara kelompok tersebut tentu ada juga kelompok yang terlihat seperti dewi keadilan tapi kurang konsisten. Contohnya teman saya Dora (tentu bukan nama sebenarnya), yang tampak marah betul dengan algoritma Gojek yang menurutnya membuat para mitranya sengsara. “

Kan kasihan orang-orang miskin dikerjai seperti itu,” kata Dora yang, sepanjang pengetahuan saya, tidak terlalu kaya. Di jeda percakapan saya tak sengaja melihat sepatunya. “Lucu, ya?” katanya melihat sepatunya juga. “Murah loh, 250 ribu aja beli di Zara.”

Setelah itu saya pun tertawa. Kemarahannya akan algoritma “jahat” Gojek pun jadi terlihat seperti dagelan. Kok bisa marah-marah membela kaum tertindas tapi “menghemat” beli barang fast fashion yang dibuat dengan cara mirip perbudakan?

Kalau sampai Indonesia aja itu sepatu cuma 250 ribu, pernah terpikirkan si pekerja dapat berapa? Foto ini mungkin bisa memberi sedikit gambaran. Siapa yang mendapat cuan paling banyak rasanya tak perlu dijelaskan lagi. 

Kerusakan Di Balik Geliat Fast Fashion 

Fashion merupakan industri bernilai ratusan milyar dollar dan ada perlombaan antar brand untuk memuaskan keinginan pasar untuk mendapatkan model terbaru dalam waktu tercepat.

Tren mengganti model pakaian dalam waktu singkat ini dikenal dengan istilah fast fashion. Lebih lengkapnya menurut Merriam Webster, Fast fashion adalah sebuah metode yang lekat kaitannya dengan desain, kreasi, dan pemasaran mode pakaian yang berfokus pada produksi dalam jumlah besar, cepat berganti, dan harga murah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun