Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hukum Dijadikan Alat Balas Dendam Politik

27 Februari 2021   12:16 Diperbarui: 28 Februari 2021   07:59 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deskripsi hukum yang culas (Dok Muslim.or.id)

Sampai pula dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung. Padahal, rasanya masih banyak yang rancu dan belum tuntas kasus ini diungkap. Aktor intelektualnya diduga kuat masih bebas berkeliaran, bahkan minta-minta jatah kekuasaan untuk anak buahnya. Reformulasi kembali cara penyelesaian korupsi perlu dilakukan dengan komitmen tinggi.

Terjadinya kasus OTT Gubernur Sulsel yang menurunkan tim KPK dan telah mengamankan beberapa orang. Diantaranya; Agung Sucipto (kontraktor, 64 tahun), Nuryadi (sopir Agung, 36 tahun). Samsul Bahri (Adc Gubernur Sulsel, Polri 48 tahun), Edy Rahmat (Sekdis PU Provinsi Sulsel). Irfandi (Sopir Edy, dengan barang bukti yang diamankan KPK adalah 1 koper yang yang katanya berisi uang sebesar Rp. 1 Milyar yang diamankan di rumah makan Nelayan, Jl. Ali Malaka, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.

Menjadi pemecah ombak selayaknya dilakukan KPK. Kemampuan dan kewenangan menyadap jangan dijalankan bersifat sesuka hati, sesuai kepentingan penguasa semata. Sampai kapanpun cara pendekatan semacam itu menarik-mundur KPK. Membuat lembaga KPK pelan-pelan akan ditinggalkan rakyat. Pemberantasan hukum yang dilakukan KPK malah dianggap rakyat sebagai sekedar perintah politik. Misi operasi politik dilakukan, ketimbang bermaksud untuk penegakan hukum.

Kepentingan politis itu sangat telanjang. Di tubuh KPK, terbaca kasus-kasus tertentu yang semacam 'pamali' diusut KPK. Warisan skandal yang melibatkan petinggi Negara, seiring jatuhnya penguasa hari ini maka akan diangkat kembali penguasa baru. Begitu seterusnya cara menegakkan hukum di Indonesia. Kita tidak mengalami progress signifikan. Yang ada hanyalah simbolisasi dan praktek 'ganti muka'.

Selebihnya penuntasan korupsi dijadikan alat tukar tambah kepentingan. Jadi begitu rendahnya marwah hukum kita. KPK tak boleh sekedar membangun citra baru, lalu bekerja tidak menyentuh substansi persoalan. Mereka yang menjadi sumber malapetaka korupsi harus ditangkap. Jangan hanya berani menangkap pion-pion dan dayang-dayang yang telah dipersiapkan menjadi tumbel.

Mereka yang menjadi 'dirgen' dibalik layar harus dijebloskan ke penjara. Tidak boleh 'mayoret' yang terus-menerus dijadikan tumbal. Keberadaan serta peran mereka tentu KPK sudah dapat mendeteksinya. Bagaimana mereka mengatur 'mega proyek' mencuri uang rakyat. Sayangnya, KPK penakut. Tidak punya keberanian sama sekali menyentuh oknum-oknum yang kebal hukum ini.

Mereka yang boleh jadi disebut 'dewa' inilah perusah demokrasi. Perusak kemajuan Indonesia tercinta. Ditambah lagi dengan praktek penegakan hukum yang diwarnai praktek suap. Gratifikasi tukar guling kasus yang sering kita intip dilakukan oknum dari lembaga-lembaga penegak hukum. Bertumbuh liarnya broker. Mereka yang menggunakan jasa hukum untuk kepentingan memperkaya diri. Mencoreng wajah hukum kita.

Indikasi tidak sepaham dan berbeda 'kiblat politik' sangat mudah dicari-cari salahnya. Pemerintah jangan berpura-pura buta atau tuli. Semua tindakan ugal-ugalan itu wajib dihentikan. Tidak etis rasanya hanya karena perbedaan kepentingan politik, mereka yang akses terhadap lembaga-lembaga negara menghancurkan lawannya. Sungguh biadab, bila itu ternyata benar-benar dilakukan di Indonesia.

Berani sedikit saja pemimpin di negara ini melakukan perbuatan curang dan khianat, maka ia akan menanggung akibatnya. Allah akan memintai pertanggung jawaban. Selama di dunia mungkin perbuatan itu dianggap biasa-biasa saja. Setelah berbuasa, pemimpin tersebut akan mengalami penderitaan. Allah adalah sebaik-baiknya hakim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun