Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Untukmu Bang Doli Kurnia, Pilkada Darurat Menyakitkan

26 Juni 2020   08:35 Diperbarui: 25 Januari 2021   10:09 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. H. Doli Kurnia dan Bung Amas (Editor, Fahri)

Seperti rakyat dibawah dalam ruang sunyi. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan digelar Rabu 9 Desember 2020 menjadi patahana sejarah bagi demokrasi kita. Betapa tidak, situasi normal yang biasa kita lewati dalam praktek berdemokrasi tetap kecurangan terjadi. Bagaiamana jadinya kondisi abnormal karena penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) kini. 'Pilkada Darurat' ini menyulitkan rakyat.

Bang Dr. Ahmad Doli Kurnia Tandjung, S.Si.,MT Anda Abang saya di rimba Hijau Hitam. Anda sangat kami hormati, termasuk mantan Ketua Umum DPP KNPI, senior saya juga di KNPI. Sepak terjang dan track record Anda begitu menginspirasi saya. Era pandemi ini menjadi tantangan Abang, tentu karena posisi. Bang Doli menjadi Ketua Komisi II DPR RI, yang punya kewenangan berperan penting dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Padahal, saat Anda mengganti Bang Dr. Zainudin Amali, SE.,MSi  yang sama-sama dari Partai Golkar, sama-sama pula lahir dari rahim HMI. Anda semua senior kami, menjadi role model bagi kami. Ekspektasi bahwa ada hal progresif, lebih menonjol lagi dilakukan Bang Doly saat mewariskan posisi Ketua Komisi II dari Bang Zainudin. Sayangnya, dalam penentuan Pilkada di musim pandemi, Anda malah bersepakat melaksanakan Pilkada.

Kalau dikonfirmasi ke basis masyarakat, Anda pasti mendapatkan informasi dan respon masyarakat. Dimana suasana kebatinan, kekhawatiran masyarakat terhadap menularnya Covid-19, mengintai dan mengancam keselamatan masyarakat. Mereka tidak memerlukan Pilkada saat ini. Yang diperlukan dan diharapkan masyarakat ialah penanganan kesehatan, ekonomi dan pelayanan publik. Artinya, antisipasi dan pencegahan Covid-19 harus diprioritaskan.

Pilkada hanya semata-mata urusan politik, kemanusiaan dan kepemimpinan seperti yang diargumentasikan beberapa orang itu, kamuflase saja. Intinya, proses demokrasi melalui Pilkada itu relevansinya dengan kepentingan politisi, bukan kepentingan global masyarakat. Masyarakat akar rumput, terutama aktivis pergerakan, wadah berhimpun pemuda, dan mereka yang waras mengharapkan Anda lebih akomodatif. Jangan terkesan didikte kepentingan politik semata.

Tentu Anda mahfum dalam situasi ini. Pilkada kali ini akan membawa mudharat saja, masyarakat merasa belum ada kepastian bebas dari serangan Covid-19. Ancaman mengancam demokrasi kita, praktek-praktek partisipasi publim yang identik dengan kerumunan massa menjadi tidak berjalan leluasa. Kita dipaksakan mengikuti perayaan Pilkada yang penuh disparitas dan kesenjangan. Agenda demokrasi yang harus menampilkan kegembiraan, malah membuat gelisah dan galau masyarakat. Pilkada darurat ini menyakitkan.

Alhasil dapat juga memunculkan kecemasan dan kegaduhan publik. Abangku yang terhormat, karir Anda begitu berkilau, kami yang berkesempatan gabung dengan organisasi Cipayung bangga dengan kecerdasan, ketenangan, kebijaksanaan, wawasan yang luas, prinsip serta pengalaman, teruslah istiqamah dipertahankan. Trust publik menjadi modal Anda sebagai politisi. Tidak main-main, capaian yang diraih sekarang. Anda politisi muda yang energik, punya relasi luas, jangan sampai tergiring karena kerikil kecil.

Masyarakat kini masih gundah-gulana karena Covid-19. Prematur rasanya alasan Pilkada di musim pandemi juga turut menunjang adanya antisipasi terhadap penyebaran Covid-19. Jangan memakai ilmu 'cocologi' atau 'kaitologi', berusaha mengaitkan suatu hal dengan hal lainnya yang tidak nyambung sebetulnya. Pilkada is Pilkada. Seperti itupula penanganan Covid-19, jadi berhentilah menyebut bahwa Pilkada ini membantu menurunkan angka positif Covid-19.

Untuk membantah jangan sampai muncul klaster baru dalam Pilkada. Dimana para penyelenggara Pilkada sampai di tingkat bawa akan terpapar Covid-19, lalu Pilkada menjadi gagal digelar atau dihentikan di tengah jalan, lantas alasan itu diajukan ke publik. Potensialnya, ketika Pilkada digela saat wabah maka klaster baru akan terjadi. Kita berharap para 'dokter politik' juga konsisten dengan pernyataan dan sikapnya soal bahaya pandemi.

Berhenti bersikap mendua. Disatu sisi 'menakut-nakuti' masyarakat dengan mendramatisir keadaan, menyebutkan bahwa pentingnya social distancing dan nyinyir, kelihatan sakit hati, sentimen terhadap masyarakat yang tengah mencari nafkah di luar rumah saat pandemi. Namun, disaat Pilkada mau digelar karena mereka mendapat manfaat, lantas statemen dan sikapnya mulai berubah. Inilah yang memalukan.

Jangan menjadi ilmuan dan cendekiawan 'kenebo'. Beranilah jujur, sampaikan apa adanya lalu tegas dan punya prinsip. Tidak etis mereka yang dinilai ahli tapi ternyata bermental penjilat. Kini saatnya Bang Doli membuat edukasi intensif. Dalam beberapa penampilan Anda di TV menyangkut alasan Pilkada dilaksanakan 2020, rupanya tidak meyakinkan saya. Malah yang saya tangkap, alasan politis yang lebih kuat bermain disini.

Demokrasi menjadi tereduksi nantinya karena partisipasi publik akan mengalami penurunan signifikan. Pilkada dilaksanakan masih dalam situasi pandemi menggambarkan ada sikap inkonsisten, standar ganda yang dipertontonkan pemerintah serta stakeholder sendiri. Awalnya penundaan Pilkada dilakukan dengan argumen sampai wabah Covid-19 berakhir, ditunda karena Covid-19, tapi ternyata dilanjutkan lagi meski gelombang Covid-19 masih membara.

Sambil menulis beberapa pendapat pribadi di Kompasiana.com, saya melacak bahwa salah satu kunci terlaksanakanya Pilkada 2020 adalah peran Komisi II DPR RI. Dan Bang Doli paling bertanggung jawab, tentu saya prihatin selaku juniornya Bang Doli di HMI dan KNPI. Walau begitu sikap Anda saya hormati. Semoga saja kendala dan prahara yang dahsyat tidak terjadi dalam Pilkada 2020 ini. Kalau terjadi misalkan, nama Bang Doli yang akan dicatat.

Insya Allah semua yang didesain dengan alasan demi masyarakat terwujud dengan baik. Bagaimana pun rapinya kebusukan yang disimpan, andaikan itu benar-benar kebusukan, maka akan terungkap suatu saat. Pilkada darurat seperti menyimpan banyak tanya dan teka-teki. Tercium aroma konspirasi kepentingan bermain disini. Semestinya, jika wakil rakyat termasuk penyelenggara Pilkada yang punya akal jernih, akan menghentikan sejenak Pilkada di tahun ini.

Meski sampai saat ini pemerintah intens merasionalkan publik bahwa Pilkada dengan menjalankan protap kesehatan adalah solusi terbaik. Dibagian lain, keraguan dan kecurigaan publik membuncah. Dugaan adanya proyek politik yang dijalankan kelompok berkepentingan begitu terasa di tengah pandemi Covid-19.

Sedihnya lagi yang menjadi hitungan Komisioner KPU, Bawaslu, DKPP cenderung pada kepentingan pribadi. Boleh jadi soal masa jabatan yang akan berakhir, atau berniat mewujudkan sesuatu demi mencari keuntungan. Mereka tegah mengabaikan keluhan masyarakat agar Pilkada ditunda. 

Kematian yang terjadi akibat masyarakat yang disebut-sebut terpapar Covid-19 rupanya tidak dihiraukan. Anjuran work from home dan stay at home dilangkahi, beginilah perilaku orang-orang yang punya posisi penting. Miris, kiranya Bang Doli selalu sehat wal'afiat, teruslah berikhtiar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun