Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jokowi Terseret Skandal Jiwasraya?

16 Januari 2020   00:01 Diperbarui: 16 Januari 2020   07:46 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Jiwasraya

Menghebohkan publik tanah air, dimana dugaan korupsi sistemik terhadap pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan Negara berkisar Rp 13,7 Triliun menambah buruknya kesadaran hukum kita. Selain bagian dari kerakusan, korupsi yang merugikan Negara begitu besar tersebut disinyalir dilakukan secara berjamaah. Menambah deretan kasus korupsi lainnya yang belum kunjung tuntas diselesaikan penegak hukum di Indonesia.

Ada kasus semisal Asabri sekitar 10 Triliun, Bank Century Rp 8 Triliun, Pelindo II Rp 6 Triliun, sampai dengan kasus korupsi BLBI, e-KTP, Hambalang. Termasuk yang santer saat ini adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wahyu Setiawan, salah satu Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, menambah deretan ragam kasus korupsi di Indonesia.

Belum lagi terdapat kasus-kasus gratifikasi lain yang meski tidak bombastis, tapi turut mencoreng nama baik masyarakat Indonesia, dan khususnya lembaga dimana para tukang korup ini bernaung. Seperti penyakit kronis, tingkatan korupsi kita jika diposisikan seperti penyakit kanker berada pada stadium (stage) IV. Mulai menyebar ke jaringan institusi lain. Indonesia sudah menjadi darurat korupsi.

Itu sebabnya perlu penanganan serius. Skala atau cakupan korupsinya menjadi akut, sehingga perlu penanganan extra ordinary. Jangan dianggap sepeleh, Pak Presiden Joko Widodo harus menyelesaikan problem substansial ini. Indikator kemajuan pembangunan secara holistik termasuk pada sektor membangun mental para birokrat, pejabat Negara dan masyarakat umumnya. Bila masih ada korupsi, pemerintah dipastikan masih gagal.

Hal tersebut pula berdampak pada situasi pembangunan infrastruktur. Dimana anggaran yang luar biasa besar itu, ketika dipergunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana publik, maka hasilnya akan dirasakan masyarakat luas. Bukan malah dikorupsi kaum bandit. Rasanya, hukuman bagi para pencuri uang rakyat harus diberatkan lagi. Perlu ada revisi Undang-Undang tentang sanksi bagi pelaku korupsi agar diberatkan lagi.

Sehingga efek jeranya benar-benar efektif bila aturan itu ditetapkan. Berhenti penerapan regulasi yang standar ganda. Hukum harus dijalankan dengan tidak melakukan tebang pilih, keluarga, gerbong politik, dan relasi koneksi, jangan menjadi penghambat dalam penerapan aturan. Bagi mereka yang salah, koruptor kelas kakap atau kelas teri, silahkan diberikan hukuman yang sepadan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Jika kasus Jiwasraya yang disinyalir melibatkan beberapa Menteri era Jokowi-Ma'ruf tidak dituntaskan, hal ini akan melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Syukurlah, dalam prosesnya saat ini Kejaksaan Agung telah menetapkan kurang lebih 5 Tersangka, yang kemungkinannya bertambah. Pada segmentasi lain, publik mulai mengerti sehebat dan power fullnya penegak hukum seperti Kejagung, KPK, dan institusi Kepolisian, bila Presiden tidak serius menangani korupsi tetap saja, peran mereka tak ada gunanya. 

Presiden punya hak intervensi bila institusi penegak hokum lambat, atau berbelit-belit dalam penanganan kasus hukum. Stop memelihara cara pandang bahwa Presiden tidak boleh mengintervensi persoalan hukum. Sebab angka Triliunan rupiah ditengah Indonesia dililit hutang Luar Negeri, maka sangat berarti jumlah tersebut. Sama bandingannya dengan jutaan nasib masyarakat ekonomi lemah yang tak kunjung sejahtera karena belum punya pekerjaan tetap. Artinya, Presiden perlu menjadi teladan dalam pemberantasan korupsi.

KPK yang baru masih punya energy kuat dalam penuntasan kasus korupsi. Mereka perlu mendapat topangan dari Presiden sebagai kepela Negara dan kepala pemerintahan mempunya kekuasaan tertinggi di republik Indonesia ini. Jangan merendahkan kewenangan itu dengan alibi takut mengintervensi proses hukum. Sekalipun nanti terindikasi terlibat para Menterinya, Presiden Jokowi diharapkan lebih depan memerintahkan KPK menangkap para koruptor Jiwasraya.

Beberapa tersangka sudah ditangkap. Ada dugaan kuat, akan menyusul para tersangka lainnya. Apalagi publik mulai belajar bahwa tradisi para koruptor kita saat memaling uang rakyat, yaitu dengan cara gotong royong. Secara otomatis, masih ada lagi calon tersangka lainnya yang harus diberi hukuman setimpal dengan perbuatannya itu.     

Sebelumnya Jiwasraya yang diketahui mengalami tekanan likuiditas, sehingga mengalami ekuitas perseroan, tercatat negatif Rp 23,92 Triliun pada September 2019. Untuk kembali sehat, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp 32,89 Triliaun. Mega korupsi yang terjadi di era pemerintahan Jokowi terungkap satu per satu. Apakah Jokowi tetap diam, bersembunyi dibalik teriakan publik tentang keadilan hukum?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun