Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KPU Bukan Mesin Pemusnah Politisi

7 Oktober 2019   12:22 Diperbarui: 18 Oktober 2019   19:32 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo KPU, Bung Amas

SETIDAKNYA tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU) ialah untuk merencanakan, mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Juga menerima meneliti, dan menetapkan parpol yang berhak sebagai peserta Pemilu. Menanggapi rencana KPU dalam mengeluarkan larangan terhadap pemabuk, penzina dan penjudi agar tidak maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Padahal, itu bukanlah kebutuhan mendesak dari problem demokrasi kita yang kian kronis.

KPU tidak bertugas semata-mata memasang standar moralitas bagi kepala daerah. Membersihkan mereka yang dinilai cacat moral, lantas berharap masyarakat melahirkan pemimpin yang bermoral dan beradab. Tantangan demokrasi yang kian liberal bukan sekedar urusan penzina, pemabuk dan penjudi. Inilah cara pandang yang kurang tepat, terkesan politis dan rawan penolakan karena berdampak menjegal. Sementara regulasi di atasnya sudah mengatur hal tersebut.

Ekspektasi publik terhadap kerja KPU adalah kerja tuntas dan holistik terkait urusan Pemilu. Yang primer itulah yang dikehendaki masyarakat, bukan membolak-balik logika publik dengan menjadikan substansi sebagai hal sekunder. Lalu yang teknis, bukan prinsip dipaksakan menjadi substansi. Keutamaan tugas KPU bukan terbatas pada urusan moralitas calon Kepala Daerah yang usulan tersebut juga bertendensi tidak adil dilakukan. Kenapa sekarang baru diusulkan?, sebelum-sebelumnya tidak diajukan. Hal ini tentu melahirkan kecurigaan massal.

Sampai kepala masuk ke liang lahat sekali pun, tiga usulan tersebut tidak mampu melahirkan pemimpin yang bermoral tinggi. Kalau alasan meminimalisir semata, masih banyak metode lain yang perlu dibuat. Urusan teknis memilih semua akan kembali ke masyarakat sebagai pemegang kedaulatan. Bila KPU diberikan opsi, apakah melarang pelaku pemabuk, penzina, penjudi lebih urgen atau melarang politisi penganut radikalisme, koruptor, tukang propaganda, penganut politik identitas, dan seterusnya. Mana yang efeknya lebih besar terhadap destruksi demokrasi?.

Jangan sampai tugas-tugas KPU diplesetkan, menjadi sekedar pion dan menjalankan orderan tertentu. Pertegas kemandirian dan independensi lembaga itu yang utama. Mentake over kerja lembaga keagamaan, merampok kewenangan lembaga lain. Bukan disitu sesungguhnya tugas inti KPU, lembaga yang mahfum soal Pemilu jangan lagi menambah urusan dengan membuat keributan seperti ini. Yang memiliki otoritas membatasi para calon Kepala Daerah itu rujukannya sesuai hierarki perundang-undangan.

Kurang elok KPU ikut turun tangan mengukur moralitas personal seseorang, yang bahkan bernada mengadili dan diskriminasi. Sementara demokrasi memberikan ruang yang proporsional bagi masyarakat untuk mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah. Manuver KPU ini dapat berpotensi melahirkan dan mengacaukan peran lembaga lainnya. Merampas perhatian publik tentunya, semoga bukan by setting untuk kepentingan politik sesaat. Fokus saja KPU pada tugas mulianya, urusan memasang bingkai atau menakar moralitas bukanlah domain utama KPU.

Ketika KPU memahami skala prioritas, maka mereka tidak akan lagi mengada-ada (bid'ah) dalam perumusan aturan. Ketika KPU berlebihan mengurus hal teknis yang kurang relevan, maka sama saja KPU membuat dagelan (lawak, lelucon). Bila keluar koridor atau menambah urusan, berarti KPU melakukan bid'ah atau mengada-ada. Merujuk sejarah inovasi aturan yang dibuat KPU, tidak pernah ada ketentuan yang semacam ini. Bermuatan sensasional, terkesan politis, dan bergeser dari semangat KPU itu sendiri.

Rute KPU yang sejak semula berdirinya telah melahirkan banyak pemimpin di Negara ini tentu ditengah perjalannya banyak peristiwa dan pengetahuan yang dihasilkan. Setidaknya bisa menjadi legacy yang baik bagi pertumbuhan demokrasi. Jejak sejarahlah yang akan kita amati sebagai cermin bahwa dari tiap periode KPU harusnya lebih berkualitas kerja KPU. Bukan sekedar inovasi aturan yang tidak substantif, melainkan kerja yang bermutu, trust publik, menurunnya beragam masalah dan partisipasi pemilih yang meningkat.

Seperti itu pula institusi KPU bukanlah kanebo. Yang hanya digunakan dan difungsikan disaat membersihkan kotoran atau mengeringkan air, kemudian setelahnya dilepas begitu saja. KPU jangan sekali-kali menampilkan parodi, kalau sekedar membuat parade dengan kepentingan sosialisasi maka itu tak mengapa dilakukan. KPU memang perlu intens memaperkan program guna menarik partisipasi pemilih untuk Pemilu yang berkualitas.

Frasa rencana KPU melarang pemabuk, pezina, dan penjudi maju di Pilkada sebetulnya tidak mendesak. Yang seyogyanya dilakukan KPU ialah meminimalisir dan memberantas calon Kepala Daerah yang punya rekam jejak koruptor. Mereka politisi yang menjadi peternak kebohongan, dan membudayakan praktik politik uang yang harus diberikan sanksi tegas. Perlu ada refleksi kritis atas ulah polisi yang biasa bermain politik pragmatis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun