Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kemerdekaan Pers dan Problem Terberat

9 Februari 2023   23:23 Diperbarui: 10 Februari 2023   05:11 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


MENGUSUNG
tema "Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat", setidaknya menjadi energi baru bagi pers. Bagaimana tidak, para jurnalis yang kerap disebut kuli tinta selalu dihadapkan dengan pluralitas tantangan. Pekerjaan mulia, namun bukan berarti bebas dari resiko.

Banyak fakta yang kita temukan. Karena kepentingan dan kaitan berita, jurnalis diperlakukan tak manusiawi. Dikriminalisasi dan difitnah, diasosiasikan secara buruk. Ada yang dianiaya, bahkan ada yang terancam nyawanya. Padahal, Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999 telah mengatur, dan melindungi pekerja pers.

Rasa-rasanya regulasi tersebut tidak cukup memberi garansi keselamatan bagi jurnalis. Kamis, 9 Februari 2023, bertepatan dengan Hari Pers Nasional, banyak ekspektasi yang dinantikan. Setidaknya dalam beberapa hal penting.

Baik itu soal keselamatan, kesejahteraan, Pelindungan hukum yang rasanya tidak optimal menjadi kritik serta pergumulan bagi wartawan (pers). Setidaknya, keterbukaan informasi juga memperhatikan aspek penghormatan dan penghargaan terhadap hak-hak wartawan. Karena tidak sedikit wartawan menjadi mesin pencari uang.

Menjadi semacam sapih perah bagi industri media. Hasilnya, tidak sedikit produk jurnalistik yang gagal dan mengalami bias. Itu paling banyak dipengaruhi oleh beban kerja jurnalis untuk mencari uang ketimbang mencari berita.

Menyedihkan. Wartawan diberi target dari pimpinannya di kantor untuk menghasilkan uang. Karya jurnalistik, seolah dipinggirkan. Lalu yang utama adalah mencari uang.

Bersyukur, walaupun saya getol menjadi seorang tukang protes saat mendengar ada syarat pembatasan. Dimana narasumber punya hak tolak, membatasi wartawan yang tidak memiliki kompetensi alias yang tidak ikut Uji Kompetensi Wartawan (UKW) untuk mewawancarainya.

Terlebih dianggap menjadi wajib, wartawan harus mengikuti UKW. Tapi, akhirnya saya mengikuti prosedur organisasi di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk mengikuti UKW.

Tepatnya, di Kota Manado, dimulai 30 November 2017 saya mengikuti UKW di Sekretariat PWI Provinsi Sulawesi Utara. Selanjutnya, berdasarian Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 14/SK-DP/VII/2011 tentang penempatan PWI Pusat sebagai Lembaga Penguji Kompetensi Wartawan, maka saya berhak menyandang status wartawan kompeten.

Sertifikat Kompetensi ditandatangani Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, dan Ketua Umum PWI Pusat, Margiono. Disematkankah saya sebagai Wartawan Muda. Sesuai Sertifikat Kompetensi yang saya terima ditandatangani di Jakarta, 26 April 2018.

Seluruh peraturan efektif diformulasikan, sumber daya manusia terkait adanya wartawan yang kompeten disiapkan. Serta beragam syarat lain dipenuhi guna meningkatkan harkat, derajat dan kualitas pers itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun