Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bertobatlah, Jangan Jadi Politisi "Kohabitasi"

1 Februari 2023   13:51 Diperbarui: 1 Februari 2023   13:54 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi politik destruktif (Dokpri)


TIDAK sedikit politisi yang bermental seperti orang melakukan kohabitasi ''kumpul kebo''. Menghalalkan yang haram atau yang tidak lazim, tidak konstitusional. Seperti menghalalkan segala cara untuk memperoleh apa yang dikehendakinya.

Praktek lain dari politisi ''kohabitasi'' ialah mereka yang menyukai panggung politik. Namun, tak mau menempuh jalur proses berpartai politik. Senang dengan jalan pintas. Atau bahkan gonta-ganti partai politik. Di benak pikiran mereka hanya hasrat berkuasa yang dominan. Etika, tata cara yang moralis diabaikan.

Kultur buruk akhirnya dibangun, dan dipelihara. Politik dianggapnya sebagai lalu lintas mentransaksikan kepentingan semata. Tanpa memperhitungkan nilai-nilai kemanusiaan. Bagi mereka politisi yang seperti ini, politik adalah bagaimana merebut kekuasaan tanpa batas.

Pendekatan destruktif, yang memberi efek terhadap keretakan hubungan sosial, menabrak aturan tidak dianggapnya penting. Politisi seperti ini menjadi brutal. Kumpul kebo dalam pola hubungan terlarang antara loyalitas dan profesionalitas tak mampu dipisah. Kabur dalam pandangan mereka.

Bergeraklah mereka aktif menyuplay narasi kebohongan, hate speech, aturan dianggapnya penjara. Yang masuk akal menurut mereka hanyalah kepentingan kekuasaan haruslah berpihak pada mereka. Selain dari kelompok mereka, pasti salah dan disalah-salahkan. Generalisasi begitu kencang diproduksi.

Merasa paling benar sendiri. Sebisa mungkin mereka menghindari, melawan kebenaran dari luar mereka. Walau salah yang dilakukan, tak pernah disadarinya, apalagi diakui. Bertobatlah wahai politisi yang melakukan praktek kohabitasi kepentingan. Politik bukanlah obral dan tukar guling kepentingan.

Tapi, lebih dari itu adalah bagaimana menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Bagaimana meletakkan kebenaran, kejujuran, keadilan pada prosinya. Sesuatu yang salah dalam praktek bersosial, berpolitik praktis sejatinya harus dikoreksi. Diatur ulang, diperbaiki dalam tataran pelaksanaannya. Jangan dibiarkan.

Sudah saatnya politisi yang menyimpang, doyan korupsi dan kohabitasi kepentingan mengubah cara pandangnya. Lebih maju, dan terbuka lagi. Menyeluruh, runut, utuh dalam melihat persoalan-persoalan bangsa ini. Memiliki modal konseptual, kecerdasan, pengalaman, serta modal sosial.

Jangan jadi politisi yang mudah cemas. Karena penyuka kohabitasi politik selalu menampilkan kecenderungan itu. Politisi sejatinya harus punya jalan pikiran sendiri. Dan itu bersifat membangun, alternatif yang menyelamatkan rakyat dari kemiskinan, polarisasi sosial, dan kemunduran.

Tak bisa ditampik, anomali dalam praktek politik kita sudah telanjang di depan mata. Dimana ada yang sok idealis, tapi di belang ternyata penipu rakyat, penjajah hak-hak rakyat. Terlihat sholeh, namun ternyata amoral. Menjadi dermawan, ternyata hanya modus untuk merampas hak politik rakyat.

Suara rakyat di bilik suara saat Pemilu dijadikan nilai dagangan. Politisilah yang melakukan entertain semacam itu. Rakyat dihibur dengan tipu daya, uang diberikan, janji manis juga disodorkan. Mirisnya, setelah menang dalam proses politik, rakyat dilupakan. Rakyat dijadikan seperti alas kaki politisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun