Mohon tunggu...
Bunga Adela Risty
Bunga Adela Risty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Jurnalistik

hallo!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jerih Payah Seorang Pedagang Bakso di Kampung

2 Juli 2021   16:31 Diperbarui: 2 Juli 2021   16:44 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang wanita dengan gerobak dagangannya, Kamis (1/7/2021). Sumber: Bunga Adela Risty


Kehidupan yang tidak bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan mengharuskan kita untuk berusaha dan bersyukur tentang apa yang kita punya dalam hidup. Roda berputar, begitupun kehidupan, tak selamanya kita berada dalam keterpurukan, suatu saat yang namanya kemenangan pasti ada.

BUNGA ADELA RISTY, Bogor

Seorang ibu yang mempunyai dua orang anak laki-laki berprofesi sebagai penjual bakso dan mie ayam, ia bernama Ucu Nuraini yang berusia 47 tahun. Suaminya bernama Sujiyono bekerja sebagai supir truk di luar kota berusia 50 tahun. Karena bekerja sebagai supir truk di luar kota, Sujiyono bisa mempunyai waktu untuk pulang ke rumah satu minggu sekali atau bahkan satu bulan sekali.

Kamis, 1 Juli 2021 saya mendapat kesempatan untuk mewawancarai Ucu di kediamannya. Rumah dengan dua ruangan tempat tidur, satu ruang tamu dengan televisinya yang berukuran 21 inch dan kipas angin yang sudah berdebu berdiri tegak di samping televisi, satu ruangan dapur dan kamar mandi. Di dekat gerobak, Ucu sedang duduk sambil menunggu pembeli datang. Ia menggunakan kaos lengan pendek dan kerudung bergo panjang berwarna coklat untuk menutupi bagian lengannya serta celana kotak-kotak.

Terlihat satu orang anak remaja laki-laki yang sedang menggunakan gawainya untuk bermain gim di ruang tamu. Ternyata anak remaja laki-laki tersebut merupakan anak ke dua dari Ucu yang bernama Rizki berusia 15 tahun yang tengah menduduki tingkatan akhir di sekolah menengah pertama (SMP). Anak pertama yang bernama Imam dengan usianya 23 tahun sudah menikah dan tidak satu atap lagi dengan kedua orang tuanya. Imam mengontrak dengan istri dan kedua anaknya di kampung yang lain.

Penghasilan dari berjualan memang tidak bisa diprediksi, kadang ramai dan kadang juga sepi sampai tak ada pembeli sama sekali. Pada umumnya, penjual bakso dilakukan oleh seorang laki-laki. Namun, kali ini berbeda. Ucu terjun di bidang usaha bakso dan mie ayam karena ia percaya diri dengan keahliannya dalam membuat bakso dan bumbu rahasia ala Ucu untuk mie ayamnya. "Saya milih jualan aja untuk nambah penghasilan, daripada kerja yang lain," ujar Ucu. "Karena saya bisa buat bakso, jadi saya coba buat jualan itu," tambahnya.

Pada tahun 2016, Ucu hanya menjual bakso saja, namun seiring berjalannya waktu ia mengembangkan usahanya dengan menjual mie ayam juga. "Awalnya saya cuma buat bakso aja, makin kesini kepikiran buat jualan mie ayam juga, akhirnya saya jualan mie ayam. Mienya sih beli, yang bikin sendiri bumbunya aja," tutur Ucu.

Tepat pukul 05.30 pagi dimana matahari belum muncul sama sekali ke permukaan, Ucu sudah mulai berangkat untuk membeli bahan-bahan dagangannya diantar oleh Rizki, anak keduanya. Ketika jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi barulah Ucu membuka jualannya hingga jam 19.00 malam. "Namanya jualan kadang sepi kadang rame apalagi saya ini jualannya di dalem kampung bukan di pinggir jalan yang bisa diliat banyak orang, saya mah bersyukur aja masih bisa bertahan sampe sekarang," ujar Ucu.

Awalnya Ucu berjualan hanya di dalam rumah saja menggunakan etalase, ia mempromosikan ke tetangganya dari mulut ke mulut, setelah dua tahun kemudian barulah Ucu bisa membeli gerobaknya pada tahun 2018. Akhirnya Ucu berjualan bakso dan mie ayam menggunakan gerobak di depan rumahnya. Gerobak tersebut sudah menemaninya selama tiga tahun terakhir ini. "Modal saya untuk satu kali belanja itu enam ratus ribu dan penghasilan perharinya dua ratus ribu perhari, itu juga kalo lagi rame, kalo lagi sepi ya cuma lima puluh ribu," tutur Ucu sambil tertawa kecil.

Penghasilan yang tak seberapa, ia cukupkan untuk menghidupi kebutuhan ia dengan anak keduanya di rumah. Terlebih di situasi sekarang yang mengharuskan belajar tatap muka, Ucu harus selalu memastikan bahwa kuota untuk anaknya belajar harus terpenuhi. Suami yang bekerja sebagai supir truk juga tidak mendapatkan penghasilan yang tetap sehingga tidak jarang untuk memberi nafkah kepada Ucu sebagai istrinya secara teratur. Lalu anak pertamanya pun sudah sibuk dengan keluarga kecilnya, sehingga enggan bagi Ucu untuk meminta bantuan ke anaknya. "Penghasilannya ya buat makan, kuota anak saya, bayar listrik, untungnya saya ga ngontrak jadi ga pusing buat biaya kontrakan. Sebenernya penghasilan segitu ga cukup, tapi saya cukup-cukupin buat sehari-hari" ujar Ucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun