Mohon tunggu...
Bunda Azza
Bunda Azza Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya adalah seorang Ibu RT yg "nyambi" jd abdi negara & pelayan masyarakat di sebuah Kota Kecil yang Indah di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mencoba belajar menjadi manusia seutuhnya.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Kisah Memutus Kasih

27 Desember 2012   07:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:58 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku takkan pernah lupa salah satu momen penting selama tahun 2012 itu. Saat itu aku berhasil menyapih anakku, Azza tepat di usianya yang ke-2 tahun lewat 9 hari. Meskipun awalnya ia sangat rewel, namun Alhamdulillah akhirnya nurut juga ia kuputus ASInya. Semoga Azza tumbuh makin mandiri, cerdas dan sholeh. Kalau saja waktu itu Abah ( kakek Azza) tidak mengultimatum,  mungkin saja Azza terus menyusu hingga usia SD. Itu yang dikatakan Emak padaku. Emak jugalah yang setengah memaksaku untuk segera menyapih Azza. Emak bilang batas akhir seorang menyusu pada ibunya adalah 2 tahun. Lewat dari itu maka ASInya sudah tidak bagus bahkan bisa menurunkan kecerdasan serta membuat anak menjadi manja dan tidak mandiri. Hal itu Emak percayai karena seperti itulah yang tertulis dalam Al Qur'an dan sebuah kitab kuning yang pernah dibacakan Abah kepada Emak. Beginilah bunyi ultimatum Abah, "Ndah, kamu kalau tidak menyapih Azza juga, besok dan seterusnya Abah gak mau nemenin Azza beradaptasi dengan pengasuh barunya. Abah cuma mau datang ke rumahmu untuk manasin mobil Abah aja!" Kepala saya langsung puyeng mendengarnya. Saya tak bisa membayangkan Azza kecil ditinggal hanya berdua dengan pengasuh baru yang baru saya terima seminggu yang lalu. Hati saya pun tak kalah perih mendengar nada marah dalam pengucapan ultimatum Abah itu. Saya semenjak menjadi orang tua jadi makin memahami psikologi seorang tua seperti Abah dan Emak. Saya langsung paham jika sapai orang tua mengeluarkan ultimatum atau marah, itu berarti saking keterlaluannya si anak.

135659349869464433
135659349869464433
Kini saya masih berjuang menjalani proses penyapihan. Sudah tiga hari berlangsung. Selama itu pula Azza terus rewel terutama ketika malam hari dimana biasanya ia begitu mudah tertidur pulas hanya dengan saya dekap dan susui. Tengah malam Azza selalu menangis dan terbagun setiap satu jam sampai jam tiga pagi. Lalu jam tiga itu ia melek hingga pagi. Makanpun ia jadi enggan. Banyak yang bilang rewelnya anak itu lumrah dalam penyapihan. Paling lama terjadi seminggu. Saya pun merasakan suhu badan lebih meningkat. Ditandai dengan terus berlelehannya keringat dari badan. Mungkin itu varian lain dari demam yang biasa dialami ibu yang sedang memutus ASI anaknya. Kisah memutus kasih ini sungguh amat berharga. Semoga saya berhasil. Sebab memang tak mudah membulatkan tekad untuk melakukannya. Teman-teman sesama ibu menyusi di kantor saya pun banyak yang hingga kini masih belum juga menyapih anaknya. Padahal umur anak-anak mereka sudah lebih dari cukup untuk segera disapih. kebanyakan alasan mereka adalah tidak tega, kasihan. Memang memutus ASI seolah seperti ibu memutus kasih kepada anaknya. Karena itu juga mungkin anak menjadi rewel. Barangkali ia merasa apakah ibunya sudah tidak menyayanginya hingga tak mau lagi memberinya ASI. Tetapi saya meyakinkan diri saya dan anak saya bahwa justru karena kasih itulah saya menyapih dia.
13565935641387400817
13565935641387400817
Terima kasih Embah Abah (panggilan Azza untuk Abah), Embah Uti (panggilan Azza untuk Emak) dan paling spesial untuk Ayah (panggilan Azza untuk ayahnya). Karena dukungan kalian saya bisa melalui masa-masa itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun