Mohon tunggu...
Maya Siswadi
Maya Siswadi Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer, Mom

Ibu 3 anak, lecturer; blogger

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyampaikan Aspirasi dengan Elegan dan Efektif

10 Agustus 2020   18:25 Diperbarui: 10 Agustus 2020   21:32 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah ga sih merasa ga setuju atau ga sreg terhadap sesuatu? Pengennya komplain atau protes aja terhadap sesuatu.

Kalau lagi pengen protes, komplain, atau menyampaikan pendapat atau aspirasi gitu, apa sih yang biasanya teman-teman lakukan?

Misalnya nih, anak-anak biasa dapat duit jajan 50ribu seminggu. Mungkin uang segitu cukup bagi mereka, dulu, tapi sekarang, apa masih cukup? Saat banyak harga barang naik, saat kebutuhan meningkat, rasanya udah ga cukup lagi ya. Lalu, protes lah mereka. Apakah mereka pakai acara demo untuk menyatakan ketidaksetujuan? Apakah mereka pakai acara mogok-mogok makan untuk menunjukkan protes? Rasanya ga gitu kan ya?

Menunjukkan ketidaksetujuan, menyampaikan protes atau aspirasi, bisa dengan banyak cara.

Negara kita ini mengenal istilah musyawarah untuk mufakat. Ketika ada ketidaksesuaian, ketidaksetujuan, cara mudah menyampaikannya justru dengan bicara, diskusi. Bahkan dalam keluarga aja pun berlaku lho musyawarah untuk mufakat. 

Ya seperti kasus anak tadi, kalau mereka ga setuju dengan pemberian uang jajan yang masih segitu-gitu aja, ya tinggal ngomong kan? Diskusi. Kalau ternyata orangtua punya kendala keuangan dan tidak sanggup memenuhi permintaan anak, kan bisa dibicarakan baik-baik. Ga perlu pakai demo-demo kan? Kadang demo ga selalu bisa menyampaikan aspirasi dengan baik. Seringkali justru terjadi kesalahpahaman.

Kayak saya aja nih, ceritanya mogok bicara sama suami yang tiba-tiba beli bass tanpa bicara pada saya atau ketika dia memilih mau berbisnis tanaman hidroponik. Alih-alih membicarakan suara hati, saya malah milih demo, protes, mogok bicara. Yang ada suami jadi salah paham, ga ngerti ini istrinya tiba-tiba mogok bicara karena apa.

Setelah suami ajak bicara baik-baik, kami diskusi hingga berdebat. Saya menyampaikan aspirasi, bicara apa yang saya inginkan, apa yang saya rasakan, bagaimana perasaan saya, dsb. Suami juga bicara dan menjelaskan, kami berdiskusi hingga akhirnya menemukan solusi.

Ternyata, setelah sekian tahun perkawinan, saya baru menyadari, kebiasaan saya yang suka mogok-mogok bicara, demo-demo protes gitu ternyata ga efektif sama sekali untuk menyampaikan aspirasi. Saya belajar, ternyata, untuk menyampaikan sesuatu, ketidaksetujuan sekali pun, better ya ngomong, bicara, diskusi. 

Menyampaikan keberatan dengan cara mogok atau demo gitu jadi terlihat kurang dewasa, koga ya kesannya kek anak-anak yang belum bisa diajak bicara atau diskusi . Karena kemampuan komunikasinya terbatas, anak-anak memilih protes dengan mogok atau demo. Apa iya kita kek gitu? Waduuh.

Nah, ini sih yang saya rasain saat lihat demo-demo saat ini. Ya bukannya ga boleh demo. Cuma ya kalau demo di saat pandemi gini untuk sesuatu yang masih bisa disampaikan dengan cara lain itu kog ya rasanya gimana ya? Emangnya sudah ga ada sarana lain untuk menyampaikan aspirasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun