Mohon tunggu...
Wulan Purnama
Wulan Purnama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kupu-Kupu

Kaum yang suka baca genre fiction karna realita ga asik :/

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Opini: Uang Digital Dibutuhkan?

8 Desember 2022   03:24 Diperbarui: 8 Desember 2022   03:31 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semakin cepat perkembangan teknologi dimasa sekarang menjadikan sistem pembayaran uang digital (cashless) menjadi sistem pembayaran yang paling banyak digunakan oleh masyarakat sekarang, baik itu di indonesia maupun di dunia. Kondisi ini di akselerasikan oleh pandemi, yang dimana mau tidak mau masyarakat memang harus masuk ke ranah itu. Mata uang digital memberikan harapan baru inklusi keuangan. Misalnya, memberikan orang-orang yang tidak memiliki rekening bank untuk bisa mengakses ke sistem keuangan, ini juga lebih efisisen dan juga cepat pada penyelesaian transaksi. mata uang  ini juga juga menjadi sistem pembayaran digital yang lebih stabil ketimbang cryptocurrent. 

Uang digital sendiri termasuk uang resmi yang masih berada dibawah kontrol bank sentral. namun masih ada pro-kontra tentang penerbitan uang digital ini karna munculnya Mata uang digital cryptocurrency atau kripto. Berbeda dengan uang digital kartal atau giral yang di kontrol oleh bank sentral, kripto sendiri tidak dibawah naungan bank sentral seperti aturan mata uang fisik lainnya. Di sisi lain, kripto sudah menjadi alat pembayaran untuk banyak hal karena memiliki nilai yang mirip dengan mata uang resmi. Maka dari itu bank sentral juga menerbitkan Central Bank Digital Currency (CBDC) langkah ini dibuat untuk bisa mengantisipasi semakin berkembangnya aset kripto.

Di era saat ini dimana digital semakin mengubah cara hidup masyarakat, terlebih setelah munculnya financial technology (fintech), Perubahan ini harus mampu direspon dengan cepat, hal ini guna mempersiapkan lembaga jasa keuangan dalam menghadapi inovasi perbankan digital. Maka dari itu, Bank Indonesia (BI) perlu mengarahkan fintech untuk bersinergi dalam meningkatkan inklusi keuangan dan ekonomi digital melalui penerapan aturan dan  inovasi layanan digital untuk fintech. Menurunnya globalisasi dan meningkatnya digitalisasi menjadi salah satu alasan dibentuknya bank sentral digital 4.0 yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. Disatu sisi, digitalisasi keuangan telah merambah ke berbagai segmen ekonomi. 

Gubernur Bank Indonesia (GBI), Perry Warjiyo menyampaikan bahwa Ini merupakan salah satu strategi yang dilakukan untuk mendorong inovasi ekonomi digital dan pendanaan oleh Bank Indonesia, yang  bisa membantu memperkuat daya saing dan kepentingan nasional serta mengurangi kesenjangan sosial yang ada. Ada beberapa bank sentral negara lain yang ikut bekerja sama dengan bank indonesia dalam membangun konektifitas pembayaran lintas negara yaitu bank sentral malaysia, bank sentral thailand, bank sentral filiphina, serta bank sentral singapura, yang diharapkan bisa membuat sistem pembayaran lintas batas yang cepat, mudah, dan transparan. Sehingga bisa menjadi batu loncatan untuk membuka jalan bagi konetivitas pembayaran lintas batas yang lebih kuat dan maju. Serta harapannya bisa memperkuat integritas ekonomi kawasan dan mempercepat pemulihan ekonomi.

Disamping munculnya sistem pembayaran uang digital dikarenakan efek pandemi yang melanda dunia, inflasi global yang cukup tinggi pun tidak luput dari pandangan bank sentral. sehingga untuk bisa memulihkan ekonomi global agar bisa menopang kredibilitas kebijakan moneter, beberapa negara sepakat untuk memantau dampak dari tekanan harga inflasi dan akan mengatur laju pengetatan kebijakan moneter secara tepat, dan memastikan bahwa inflasi tetap terjaga dengan baik, sambil tetap berhati-hati untuk menjaga pemulihan ekonomi. Seperti yang telah dibahas pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada pertemuan terakhir di Nusa Dua, Bali, Rabu (16/11/2022).

Bukan hanya karena pandemi penyakit akibat virus corona (covid-19), perang rusia-ukraina juga turut andil dalam terjadinya lonjakan inflasi di beberapa negara hingga normalisasi kebijakan moneter bank sentral. Rusia di bawah perintah Presiden Vladimir Putin, militer Rusia mulai memborbardir Ukraina. Rusia melakukan operasi militer disebut untuk membela separatis di wilayah timur Ukraina, yakni Donestk dan Luhansk. Atas aksinya ini, memberikan dampak yang besar di segala aspek, termasuk ke pasar finansial hingga ke perekonomian global. Perang yang dilakukan oleh rusia dapat membuat situasi bagi bank sentral semakin rumit, dikarenakan inflasi yang bisa saja semakin tinggi lagi.  Konflik di Ukraina akan lebih memberikan tekanan bagi bank sentral, serta risiko kesalahan mengambil kebijakan yang mungkin menjadi semakin besar.

Pemulihan perekonomian global akibat pandemi corona (covid-19) masih terus berjalan, namun inflasi sudah meroket tinggi. Indonesia masih belum terjadi kenaikan, bahkan terbilang masih rendah. Namun dibeberapa negara berkembang maupun negara maju sudah banyak yang mengalami kenaikan inflasi yang sangat tinggi. sehingga, mau tidak mau bank sentral perlu menaikkan suku bunga. Berdasarkan hasil dari survei, kemungkinan tahun depan akan semakin banyak bank sentral yang akan menaikkan suku bunga. 

Laju ekonomi global pada tahun 2022 masih diwarnai sejumlah tantangan. Di mana percepatan inflasi yang memicu percepatan normalisasi kebijakan moneter oleh bank sentral, memanasnya geopolitik di Rusia dan Ukraina, gangguan rantai pasok hingga peristiwa Covid-19 yang masih dihadapi masyarakat internasional. Bank sentral di seluruh negara sudah melakukan normalisasi kebijakan, ini dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi ditengah ketidakpastian karena covid. Inflasi naik, tetapi di indonesia tergolong relatif rendah saat ini yaitu sebesar 2,2%. Namun, ini jelas naik dari pertengahan tahun lalu. di AS, inflasi cukup tinggi dan bisa dipastikan federal reserve akan menaikkan suku bunga nya lagi, pertanyaan nya seberapa sering dan cepat mereka akan menaikkan suku bunga. situasi di ukraina memang menjadi wild card, skenario terburuknya, mungkin akan berimbas pada tingginya harga bunga. ada banyak kemungkinan outcome yang berbeda yang terkena imbas dari konflik ukraina, yang bisa kita lakukan ialah tetap memperhatikan situasi dan kondisi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun