Mohon tunggu...
Dahono Prasetyo
Dahono Prasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Juru Ketik Apa Saja Tentang NKRI

Bencana dan keberuntungan sama saja

Selanjutnya

Tutup

Money

Bisnis Fintech: Cara Smart Mencekik Leher Rakyat

28 Desember 2019   14:34 Diperbarui: 28 Desember 2019   14:31 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Penggrebekan kantor Pinjaman Online ilegal di Pluit Jakarta beberapa hari lalu membuka fikiran kita bahwa ada bisnis hitam berkedok pinjaman online yang sedang merebak. Nilai transaksinya berada di angka puluhan milyar.

Yang perlu digaris bawahi di kasus ini adalah bahwa Fintechl Ilegal tidak pernah mencantumkan lokasi alamat kantor operasionalnya. Mereka bisa berpindah tempat, bahkan bisa berada di sepetak rumah kontrakan. 

Permainan bisnis online sudah tidak dibatasi  jarak dan identitas. Hanya berbekal perangkat komputer, HP dan jaringan online sudah bisa beroperasi mencari korbannya hingga ke pelosok tanpa harus kemana mana. Bahkan seorang pemilik modal bisa punya minimal 3 aplikasi sejenis dengan nama yang berbeda.

Mereka para mafia pinjaman online ilegal yang bersembunyi di balik Bisnis Fintech resmi rekomendasi OJK. Penggrebekan yang terjadi 2 hari lalu http://kom.ps/AFzjGf baru mengungkap 2 Fintech ilegal dari ratusan fintech yang ada. Menurut data OJK pada bulan Desember 2019 ada sekitar 144 Fintech resmi https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Penyelenggara-Fintech-Terdaftar-dan-Berizin-di-OJK-per-13-Desember-2019.aspx yang sialnya yang abal abal disinyalir berjumlah dua kali lipatnya. Ada 125 nama yang sudah terendus OJK https://www.cnbcindonesia.com/tech/20191204082215-37-120096/daftar-terbaru-125-fintech-ilegal-yang-disikat-ojk selebihnya belum terdeteksi karena kecanggihan mereka berubah nama dengan mengatas namakan Koperasi atau menyerupai Fintech resmi.

Patut jadi perhatian juga, 70% Pinjol legal dan ilegal menggunakan Bank Permata sebagai rekening operasional mengirim dan menerima uang riba itu. Kantor aplikasi Ilegal yang digrebek aparat kepolisian beromset 80 milyar untuk 1 aplikasi, yang resmi dipastikan omsetnya lebih besar. Mari kita bermain matematika: Jika aplikasi Pinjol resmi rekomendasi OJK berjumlah 144 nama, maka yang ilegal bisa berjumlah dua kali lipatnya. Minimalnya ada 200 ilegal plus 144 legal akan didapat 344 aplikasi pinjol yang sedang mengepung kita. Jika 1 aplikasi beromset rata rata 50 Milyar dikalikan 344 aplikasi, maka akan ada perputaran uang 172 Trilyun. Jadi di Bank Permata ada uang panas 70% dikali 172 Trilyun sama dengan 120 Trilyunan. Karena setengahnya omset terebut milik Fintech ilegal berarti ada 60 Trilyun potensi pajak yang hilang dimakan cukong cukong.

Saran dan sosialisasi pemerintah agar masyarakat berhati hati pada Fintech ilegal sudah benar meski sebatas normatif. Kenyataannya jebakan Fintech ilegal tetap saja mendominasi pencurian uang masyarakat kelas menengah ke bawah. Jika instansi, lembaga otoritas dan aparat hanya menunggu korban ilegal bisnis datang melapor kemudian menindaknya, maka "bom waktu frustasi ekonomi" akan meledak di saat yang tak diduga.

Pinjaman dana tunai berbasis online bukan satu satunya solusi keuangan, namun masyarakat yang terlanjur dikepung ratusan iklan, promosi dan rayuan sales online setiap detik, seolah terhipnotis kemudahan tehnologi namun lupa sedang digorok pelan pelan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun