Mohon tunggu...
Teguh Perdana
Teguh Perdana Mohon Tunggu... Editor - Menulis dan Berbagi Cerita

Berbagi Kata Berbagi Cerita

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menjadi Penulis Lepas adalah Seburuk-buruknya Pilihan

19 Oktober 2021   18:43 Diperbarui: 19 Oktober 2021   23:01 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu, teman dekat saya membuat question box di Instagram. Karena dia memiliki latar belakang sebagai jurnalis sekaligus penulis independen, maka ada seseorang yang bertanya padanya "Mas, bagaimana tips menjadi penulis lepas?".

Dengan jenaka, teman saya lalu menjawab "ini pertanyaan serius. Jawabanya juga akan serius. Caranya gini: buka browser, lalu ketik di kotak pencarian tips menjadi penulis lepas". Lalu dia memberi imbuhan lagi "tapi sebelumnya, coba pikirkan lagi, beneran mau jadi penulis?".

Saya kira benar, ungkapan terakhir yang dia beri bukan hanya lelucon yang ditambah atas kejenakaan sebelumnya, melainkan keseriusan yang harus dipikirkan secara masak-masak. Menjadi penulis apalagi memakai kata lepas di belakangnya, bukan hanya sebuah judi atas kehidupan, tapi juga seperti bunuh diri atas nama finansial.


Ko bisa berkata demikian? Mati-matiin semangat para calon penulis lepas saja!!. Tidak, maksud saya bukan begitu, saya hanya ingin memberi sedikit pandangan bahwa sebelum terjun ke dunia antah berantah tersebut, kalian harus memiliki bekal analisis keadaan yang kiranya bakal dihadapi, baik itu keadaan baik ataupun keadaan buruk.


Saya coba dari keadaan baik dahulu. Sebagai penulis lepas, memang waktu yang akan kalian miliki begitu banyak bahkan melimpah. Kalian bisa begadang sampai jam 3 pagi dan baru bangun jam 12 siang. Tidak akan ada yang memarahi, ya paling sebatas omongan tetangga sih mhehe~.


Kalian juga tidak akan kemana-mana, full di rumah. Tidak akan merasakan macetnya Yogyakarta di pagi hari saat orang-orang berlomba adu cepat ke kantor (kalau tinggal di Yogyakarta) sembari mendengar merdunya adu klakson saat di lampu merah. Tidak akan! Paling-paling, kalian hanya akan mendengar alarm telepon genggam yang tidak kunjung berhenti.


Apalagi di era teknologi digital seperti sekarang, kalian tidak perlu repot-repot ke kantor pos atau kantor redaksi untuk mengirimkan tulisan. Kalian cukup membuka aplikasi surat elektronik, mengetik alamat penerima, menambah subjek, lalu, selesai.


Bagaimana, mudah bukan? Nikmat bukan? Tentu nikmat sekali. Kalau kata guru ngaji saya sih nikmat mana lagi yang kau dustakan?. Benar dong, jadi penulis lepas adalah kenikmatan yang tiada tara. Bangun bebas seenaknya, kemudian  menyeduh secangkir kopi, lalu masih bisa menyesap sebatang rokok sebelum membuka laptop dan menulis apa yang ada di dalam kepala.


Cukup ya nikmatnya. Kalian masih bisa menambahkan kenikmatan tersebut dari yang dirasakan dan dialami sendiri. Nah, sekarang kita beranjak ke keadaan yang buruk yang harus kalian ketahui.


Sebagai penulis lepas, lepas loh ya, nih saya kasih tahu bahwa kata lepas jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bebas dari ikatan. Jadi, seorang penulis lepas adalah dia yang bekerja untuk siapa saja tanpa kontrak yang mengikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun