Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hari Gini Memikirkan Perasaan Orang Lain?

3 Maret 2011   17:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:06 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12991737372082580723

[caption id="attachment_93050" align="alignright" width="300" caption="Keseimbangan"][/caption] Seorang sohib dalam status fbnya mengatakan,"hari gini masih mikirkan perasaan orang lain sementara orang lain tidak ada yang memikirkan perasaan kita ... woalah..." Saya langsung timpali,"baru ngeh ya...he he he". Eh rupanya langsung di respon lagi dengan cepat,"iya nih mas, lagi kesel, orang tuh cuma bisa mengkoreksi  orang lain tapi rupanya lupa bagaimana mengkoreksi diri sendiri" Nah ini yang tepat, timpal saya dalam hati, tanpa menuliskannya di bawah status teman saya yang lagi kesal tersebut, khawatir akan berkepanjangan - dan sepertinya jawabannya terakhir itu bisa menjadi status tersendiri dalam jejaring sosial facebook itu. Perasaan itu abstrak bentuknya, tidak bisa diraba tapi hanya bisa dirasakan. Kadang-kadang, karena bentuknya yang abstrak ini, perasaan mengemuka dalam wujud wadag atau kerangka yang menyelimutinya, seperti kalau perasaan berkata sedih, contoh wujud fisiknya adalah keluarnya air mata. Demikian pula kalau perasaan marah yang muncul, mungkin penampilan yang timbul adalah muka merah, nada suara menjadi tinggi dan lain sebagainya. Karena bentuknya yang abstrak, perasaan seseorang menjadi sulit di terjemahkan oleh orang lain selain dirinya. Contoh yang mudah adalah teman. Kita sering menemukan teman yang tutur katanya baik, sopan, ramah, padahal di belakang kita, ia tidak segan-segan untuk menjelek-jelekkan kita bahkan sampai memfitnah. Dalam hal ini, perasaan yang ada dalam diri teman itu yang memang sebenarnya mengatakan tidak baik tetapi dapat dibungkus dengan rapih menggunakan perilaku dan kata-katanya yang baik. Sementara yang kita harapkan adalah sebenarnya jika seseorang menjadi teman kita, tentu akan berkata serta berperilaku sesuai dengan 'penampakannya'. Untuk orang yang tidak pandai 'membungkus' perasaannya, perasaannya berkata baik, yang ditampilkannyapun akan baik. Sementara jika perasaannya berkata tidak baik, yang ditampilkannyapun akan sejalan dengan perasaannya itu. Jadi, jika kita ingin menakar perasaan orang lain jika kita akan bertindak sesuatu, takaran manakah yang akan kita gunakan? Menganggap bahwa semua orang baik luar dalam? Menganggap bahwa semua orang itu adalah setengah baik dan setengah tidak baik? Atau menganggap semua orang tidak bisa menampilkan luar dalam yang sama? Ada bentuk abstrak lain di dalam diri manusia, seperti nilai intelegensia dan nilai spriritual. Bentuk-bentuk abstrak di atas ini dikenal dengan istilah nilai-nilai ataupun faktor-faktor intelegensia, emosional dan spiritual. (IQ - EQ dan SQ). Tautan ketiga faktor ini yang akan menimbulkan tampilan secara keseluruhan pada diri seseorang yang akan membentuk nilai-nilai yang sangat mempengaruhi pandangan maupun perilakunya. Sinkronisasi ketiga nilai tersebut dapat menentukan kualitas seseorang. Banyak contoh di sekitar kita yang memperlihatkan bagaimana orang yang berpendidikan tinggi misalnya, tetapi tidak menunjukkan penguasaan nilai EQ dan SQ-nya. Karena memang sebetulnya tautan IQ - EQ dan SQ tidak akan muncul jika yang orang tersebut tidak berusaha mentautkannya kedalam suatu suasana yang menyebabkan terjadinya sinkronisasi. Jadi, memang betul, tidak perlu kita memikirkan perasaan orang lain (untuk orang yang hanya mengandalkan perasaannya saja - tanpa menggabungkan dengan baik IQ - EQ dan SQnya) jika kita sudah berusaha menggabungkan IQ - EQ dan SQ dengan baik. Tautan nilai-nilai  tersebut jika disublimasikan kedalam perilaku seseorang, dijamin tidak akan berpotensi menyakiti orang lain. Kalaupun sampai terjadi menyakiti orang lain, nilai-nilai yang dimilikinya tadi akan memberikan solusi bagaimana mengatasinya - dengan meminta maaf misalnya. Sinkronisasi nilai IQ - EQ dan SQ dalam diri seseorang akan memberikan petunjuk ataupun arahan kemana melangkah. Namun hal ini perlu banyak mendapat latihan agar semakin hari semakin terampil kita menggunakannya (baca: mensinkronkannya). Latihan mengintrospeksi diri adalah salah satunya. Sehingga secara umum, justru orang yang hanya mengandalkan perasaannya sajalah yang harus menyesuaikan diri, bukan sebaliknya, bukan begitu? Salam hangat Kompasiana. Bogor, 3 Maret 2011 [sumber ilustrasi: http://www.faqs.org/photo-dict/phrase/2775/balance.html]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun