Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis di Bulan Ramadan

3 April 2023   21:08 Diperbarui: 3 April 2023   21:12 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: psycholoytodaydotcom


Pernah dengar nggak ada ceramah agama Islam yang menganjurkan yang mendengarkan untuk tidak mendahulukan akal dalam beragama? Saya pernah. Dan saya coba tanyakan ulang terkait apa yang saya dengar itu kepada guru ngaji saya dan beberapa orang yang lebih mengerti tentang agama, juga melalui beberapa literatur yang membahas tentang hal itu. Ternyata, apa yang disampaikan di dalam pernyataan penceramah di awal tulisan itu adalah absolutely keliru atau kurang tepat.
 
Islam ternyata adalah agama yang mendahulukan akal dalam beragamanya. Salah satu syarat dalam beragama adalah akal atau berakal. Tidak bisa kita disebut beragama bila kita tidak berakal atau hilang akal. 

Salah satu ayat Al Quran yang menyinggung soal akal dan penggunaan akal ini adalah ayat ke 219 di Surah Al Baqarah. Didalam ayat itu disebutkan,"Bahwa Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berpikir." Sementara di ayat 242 di dalam surah yang sama dinyatakan bahwa Allah menerangkan kepadamu ayat-ayatNya supaya kamu menggunakan akal.
 
Jadi, sebagai hamba Allah umat Muhammad ini, kita umat Muslim, wajib sebetulnya untuk selalu berupaya dalam melakukan berpikir kritis atau critical thinking dalam hal apapun, termasuk dalam hal beragama. Hanya, setiap critical thinking, harus dicross-check lagi kepada yang mumpuni dalam bidangnya. 

Kalau dalam hal beragama, pertanyaan-pertanyaan yang muncul sebagai akibat kita berpikir kritis, perlu ditanyakan ataupun didiskusikan kembali kepada ahli agama yang mumpuni, misalnya kyai, ustad, guru ngaji ataupun cendekiawan muslim. Karena agama Islam sangat menjunjung tinggi musyawarah (diskusi) untuk mufakat. 

Hal ini wajib dilakukan agar kita tidak tergelincir ke arah yang keliru. Seperti tersebut dalam sebuah hadist: "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena banyak bertanya dan berselisih dengan para nabi." (HR. Bukhari dan Muslim)
 
Kebetulan juga, di bulan Maret-April ini saya mengikuti pelatihan online mengenai meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang diselenggarakan oleh ACIAR Learn Australia. 

Kebetulan pelatihan ini diberikan secara cuma-cuma bagi para alumni ACIAR dimanapun ia berasal (ACIAR adalah suatu lembaga penelitian di bidang Pertanian - dan saat saya mengambil program master di Australia, saya dibiayai dari beasiswa ACIAR ini). Jadilah di situ saya menjadi peserta pelatihan bersama alumni-alumni ACIAR lain dari berbagai negara, seperti India, Nepal, Thailand, Vietnam, Myanmar, Laos serta rekan-rekan peneliti dari Indonesia lainnya.
 
Selama mengikuti pelatihan, tujuan yang ingin dicapai adalah agar penelitian-penelitian yang nantinya dilakukan, dapat memberikan hasil yang lebih memuaskan serta lebih bermanfaat lagi bagi masyarakat luas. Cara berlatih yang sederhananya adalah dengan selalu bertanya-tanya minimal dengan menggunakan 3 (tiga) buah kata tanya, yaitu: why (mengapa), what if (bagaimana jika) serta so what (lalu setelahnya apa/bagaimana).
 
Contoh soal dari mengimplementasikan critical thinking ini adalah misalnya saat kita akan meneliti misalnya mengenai dampak kenaikan harga minyak goreng kepada masyarakat. Maka beberapa pertanyaan kritis dapat kita ajukan dengan menggunakan minimal tiga kata bertanya seperti telah disebutkan di atas. 

Misalnya:
Mengapa harga minyak goreng bisa naik? Apa penyebabnya? Apa pemicunya? Dan lain-lain.

Bagaimana kenaikan harga ini berakibat pada masyarakat? Apakah daya beli menjadi menurun? Bagaimana kalau masyarakat tidak mampu menghadapi kenaikan ini? Dan lain sebagainya.  

Dengan kaitannya dengan pertanyaan pertama dan kedua di atas, bagaimana peran pemerintah dalam hal ini? Bagaimana pihak keamanan menyikapinya? Bagaimana sikap masyarakat, apakah kemudian masyarakat menjadi 'kreatif' di dalam menghadapi masalah kenaikan harga minyak goreng ini? Dan lain-lain.
 
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita perlu mencari jawaban-jawaban yang mendekati seluas dan sebanyak mungkin. Bisa dilakukan dengan cara misalnya: bertanya/mencari informasi seluas-luasnya kepada pihak-pihak yang terkait. Mencari informasi dari referensi-referensi yang sudah ada. Melakukan interview kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait. Melakukan analisa pasar dan lain sebagainya.
 
Hanya saja, dalam hal agama, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk tidak ditanyakan, seperti misalnya:
Pertanyaan yang terkait dengan hal ghaib.
Bertanya tentang hakekat sifat Allah.
Pertanyaan tentang penciptaan dan pengaturan Allah.
Dan lain sebagainya.
 
Di bulan Ramadan ini dapat menjadi ajang yang tepat didalam hal meningkatkan kemampuan kita didalam berpikir kritis tentang agama dan keberagamaan kita, dengan hanya untuk satu tujuan, yaitu agar peningkatan kemampuan critical thinking kita dapat untuk lebih meningkatkan pemahaman kita terhadap Islam, meningkatkan adab dan akhlak kita, meningkatkan kecintaan kita kepada Sang Maha Pencipta serta kepada sesama manusia dan alam lingkungan ciptaan Allah ini. Serta yang terpenting adalah agar kita dapat membuat keputusan-keputusan - dalam hal apapun, dengan lebih baik lagi. Apalagi di bulan Ramadan adalah saat kita memperbanyak tilawah, tadabbur Al Quran, mendengarkan ceramah-ceramah agama, meningkatkan silaturahmi, dan lain-lain.
 
Bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka perlu dievaluasi kembali kemungkinan kita mendapat 'partner cross-check' yang kurang tepat yang dapat mengimbangi critical thinking yang sedang kita lakukan.
 
Hal sederhana lain dari penerapan critical thinking ini yang saya rasakan adalah meningkatnya kemampuan kita dalam menerapkan fatsun dalam bermedia sosial, yaitu: SARING sebelum POSTING

Metode critical thinking yang digunakan meningkatkan kemampuan menyaring informasi lebih luas lagi. Sehingga kita akan lebih mudah memutuskan kemudian yaitu (kalau kita menerima suatu informasi) apakah informasi ini benar dan baik, apakah informasi ini dapat berdampak baik untuk diteruskan atau cukup berhenti di jempol dan telunjuk kita saja, tidak kita teruskan lagi. Apalagi berita-berita hoaks, kita cukup mudah dapat mengenail ini hoaks atau bukan, melalui peningkatan kemampuan berpikir kritis tersebut.
 
Semoga bermanfaat.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun