Sejak saya tinggal di Makassar hingga sekarang tinggal di Kota Bogor, menjelang saat-saat libur lebaran seperti ini, saya selalu mengklarifikasi pertanyaan-pertanyaan umum. Pertanyaan tersebut yaitu,"kapan mudik? Mudik kemana?"
Apa yang saya klarifikasi? Yaitu kata-kata 'mudik'nya. Jadi kalau ada yang tanya seperti tersebut di atas, saya menjawabnya sambil bersenda gurau,"saya nggak mudik kok, saya 'ngota'."
Maksudnya, saya nggak pulang (ke) kampung, tapi saya pulang (ke) kota. Karena memang tujuan saya libur lebaran adalah mengunjungi orang tua dan mertua yang keduanya tinggal di Jakarta.
Kalau menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), mudik itu memiliki arti:
(berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman), contoh kalimat: dari Palembang mudik sampai ke Sakayu.
(Cak - bahasa percakapan) Pulang ke kampung halaman, contoh kalimat: seminggu menjelang lebaran sudah banyak yang mudik.
Karena merasa bahwa Jakarta adalah ibu kota dan kota metropolitan terbesar di Indonesia, saya melihat bahwa Jakarta itu bukan kampung dalam arti sebenarnya, melainkan kota.
Dan tidak ada kota-kota di Indonesia yang situasi dan kondisinya 'lebih dari' Jakarta. Dan biasanya, yang bertanya pun mahfum akan hal tersebut.
Dan fenomena Jakarta sendiri menjelang hari raya menunjukkan apa yang termaktub dalam KBBI tersebut. Jakarta akan sangat lengang menjelang lebaran, karena ternyata, banyak sekali yang hidup di Jakarta ini berasal atau memiliki orang tua yang harus dikunjungi saat lebaran yang berada di luar Jakarta.
Menjelang lebaran, mereka sibuk mempersiapkan diri untuk mudik. Lihatlah fenomena bandara yang penuh, kemacetan di jalan tol yang menuju ke luar Jakarta. Terminal bis, pelabuhan dan lain sebagainya. Penuh dan padat. Fenomena yang umum, pergerakan dari kota yang lebih besar menuju ke luar kota.