Mohon tunggu...
Budi Rachman
Budi Rachman Mohon Tunggu... Novelis - Penulis buku, praktisi olahraga, dan penikmat film.

Belajar menulis memaksa saya membaca. Membaca mendorong saya untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Wall-E: Sindrom Bahtera Nuh (Bagian 2)

4 Oktober 2019   18:48 Diperbarui: 4 Oktober 2019   23:14 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wallpaperpicturehd.com

Cerita tentang Nabi Nuh dengan bencana yang diakibatkan banjir besar diyakini oleh 3 agama samawi. Sebagian besar populasi dunia meyakini cerita ini yang terus menerus dikisahkan melalui para Rabbi, Pendeta, dan Ustad. Namun cerita itu tidak lagi memiliki makna bagi sebagian besar masyarakat di abad 21 ini.

Coba saja anda kumpulkan seluruh spesies binatang di dunia yang jumlahnya mencapai 8,7 juta spesies (yang tercatat) berpasang-pasangan ke dalam rumah anda, dan deklarasikan diri anda sebagai juru selamat karena banjir besar akan tiba. Apa yang terjadi?

Barangkali petugas kesehatan mental datang kerumah anda dan mendiagnosis diri anda memiliki kelainan mental sejenis: "Sindrom Bahtera Nuh Kompleks", dan butuh perawatan medis di Rumah Sakit.

Cara menyerang logika masyarakat abad 21 tidak lagi sesederhana yang dikisahkan cerita-cerita klasik masa lampau. Kisah itu justru mendapat tempat jika kita analogikan dengan kondisi masyarakat saat ini: Bagaimana mereka (manusia) mengeksplotasi alam secara besar-besaran demi pertumbuhan ekonomi, namun mengabaikan sampah, polusi dan berpotensi menyebabkan bencana ekologi.

Semenjak Adam Smith dan Marx menitikberatkan filsafatnya kepada kegiatan produksi dan ekonomi, serta mengabaikan filsafat yang mempertanyakan jiwa, surga, dan hukum-hukum ilahiyah, dengan cepat ajarannya mewabah bak virus ke seluruh penjuru dunia.

Negara-negara Liberal dan Komunis berpacu dalam mengeksplorasi Sumber Daya Alam dan menaklukan lahan-lahan baru. Saking ingin bereksplorasinya, Uni Soviet mengirim Yuri Gagarin ke luar angkasa dan Amerika mengirim Neil Armstrong ke bulan. Mereka berupaya untuk mengekspansi bukan lagi benua-benua di dunia atau di muka bumi ini, tetapi juga planet-planet baru.

Agar ekonomi tetap jalan, dan masyarakat tetap bisa menikmati segala sesuatunya yang bukan saja urusan klasik seperti makan dan minum yang selalu diributkan oleh nenek moyang kita, tetapi juga urusan menonton netflix, layanan internet 5G, dan juga traveling, maka minyak bumi harus tetap disedot.

Sebagian masyarakat percaya bahwa suatu saat minyak bumi diseluruh dunia akan habis, maka yang akan terjadi selanjutnya adalah runtuhnya roda-roda industri, dan ekonomi global akan hancur.

Namun sains selalu mengungguli pendapat itu, para ilmuwan sampai saat ini selalu menemukan sumber-sumber energi baru, jenis bahan yang lebih bagus, dan metode produksi yang baru.

Jika minyak bumi habis, ada uranium. Jika minyak bumi dan uranium habis,  kenapa tidak kita ambil bahan-bahan itu di bulan? Seperti itulah yang dipahami oleh masyarakat modern saat ini.

Namun ketika eksploitasi alam terlalu berlebih, maka kita akan menerima konsekuensinya. Pemanasan global sudah berdampak jauh lebih dahsyat, dan diprediksi akan membawa bahaya jauh lebih besar dibandingkan dengan bencana peperangan yang pernah terjadi sepanjang sejarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun