Mohon tunggu...
Budiman Tanjung
Budiman Tanjung Mohon Tunggu... -

Seorang advokat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok dan Etika Politik Memilih Wagub DKI

29 November 2014   19:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:31 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semasa kampanye pilpres kemarin (sebelum dibuatnya Perpu No 1/2014 yang merevisi RUU Pilkada), media sudah banyak menanyakan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bagaimana mengisi posisi Wagub DKI sekiranya Joko Widodo (Jokowi) menjadi presiden dan Ahok menjadi Gubernur. Beberapa kali Ahok mengatakan bahwa secara etika politik, kalau kader partai Gerindra (waktu itu Ahok belum mengundurkan diri dari Gerindra) menjadi Gubernur maka secara etika politik posisi wagub akan diisi oleh kader PDIP karena keduanya adalah partai pengusung Jokowi-Ahok sewaktu pilgub DKI tahun 2012 yang lalu.

Dengan adanya Perpu No 1 / 2014, Ahok memiliki kewenangan untuk menentukan wagub setelah dilantik menjadi Gubernur dan Ahok menolak calon kuat PDIP, Boy Sadikin. Sebagai penggantinya, Ahok mengusulkam tiga nama yaitu Syaiful Djarot (PDIP), Bambang DH (PDIP), dan Sarwo Handayani (PNS). Hal ini lantas membuat petinggi PDIP khususnya Wasekjen Ahmad Basarah kecewa dan mengingatkan Ahok agar jangan melupakan peran PDIP sebagai partai pengusung Ahok sewaktu Pilgub 2012 yang lalu. Entah, apakah dari tiga nama tersebut telah mengerucut menjadi satu nama (dalam hal ini, Sarwo Handayani) sehingga Ahmad Basarah sampai menngingatkan Ahok.

Kalau saja Ahok konsisten dengan sikapnya mengenai "etika politik", sebaiknya Ahok meminta PDIP untuk menyerahkan tiga nama untuk wagub lalu Ahok tinggal memilih satu. Dengan demikian, jika Ahok tidak berkenan dengan Boy Sadikin, maka pemilihan wagub oleh Ahok pun dapat dilakukan secara elegan. Kalau sekarang, seolah-olah Ahok menjadi arogan, karena menolak Boy Sadikin dari tiga nama walaupun elit PDIP menjagokannya sebagai calon kuat. Seharusnya Ahok belajar dari Jokowi bagaimana menghadapi internal PDIP dengan membina komunikasi yang baik dengan politisi PDIP lainnya, jangan hanya merasa bertemu Ketua Umum Megawati dianggap sudah cukup. Apalagi sekarang Ahok sudah tidak mendapatkan dukungan dari Gerindra dan partai Koalisi Merah Putih (KMP) lainnya. Jangan merasa telah mendapatkan dukungan rakyat, lalu hubungan dengan DPRD (legislatif) diabaikan begitu saja. Apalagi ada banyak pembantu Jokowi (seperti Menteri Susi Pudjiastuti, Menteri Ignasius Jonan, dsb) yang nyata-nyata juga pekerja keras (seperti Ahok) tanpa perlu marah-marah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun