Saya terdiam beberapa saat. Perasaan saya berkecamuk seperti air dalam kloset yang baru dipencet flushnya.
"Ntar modelnya juga pake baju gamish, jenggotan dan ngomongnya model-model Arab gitu. Pasti laku."
Saya masih terdiam. Bingung mau ngomong apa.
"Gue udah bikin taglinenya juga."
"Oh ya? Gimana taglinenya?"
"Jadi endingnya orang Arab itu akan ngomong di depan kamera, 'MORTES. Halal makanannya, halal termosnya'. Keren, gak?"
"Hahahahahahaha....kayaknya semua udah lo pikirin banget ya, Nan? Lo gak butuh gue lagi. Silakan deh bikin sendiri iklannya," kata saya sambil menghirup kopi black tanpa gula.
"Lo gak mau bantuin gue?"
"Sorry, Nan. Gue dari dulu gak suka orang menggunakan agama untuk kepentingan politik atau bisnis. Buat gue itu strategi yang tidak bermartabat. Lo tau orang lagi pada mabok agama. Tapi bukannya lo bikin sadar, lo malah mau mengambil keuntungan dari situ. Gue gak bisa bantu. Sorry."
Adnan gak ngejawab omongan saya. Cukup lama kami terdiam sampai akhirnya dia berkata, "Okay, Bud. Setiap orang punya prinsip masing-masing. Ntar lo bantuin gue buat produk yang lain aja ya? Yang gak ada sertifikat halalnya. Okay?"
Untunglah Adnan bisa memahami alasan saya. Dia tidak memaksa dan mengajak bicara topik yang lain. Perasaan saya pun jadi galau. Saya panggil waiter dan memesan bir 1 pitcher.