Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Freddie Mercury dan Pecel Lele (Review Film Bohemian Rhapsody)

3 November 2018   23:37 Diperbarui: 4 November 2018   00:12 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Foto: pinterest.com

Saya bukan tipe orang yang suka nonton film di bioskop. Gak banyak orang tau kalo saya mengidap penyakit Claustrophobia dan Nyctophobia. Saya gak suka berada di tempat gelap di sebuah ruangan tertutup dan yang dilakukan cuma duduk menatap audio visual yang direfleksikan ke sebuah giant screen. No! I hate that.

Film terakhir yang saya tonton di bioskop adalah 'Gone With The Wind' sebuah film percintaan berlatar perang saudara antara Amerika Utara dan Selatan yang berbasis perbudakan. Film ini diproduksi tahun 1939, dibintangi oleh Clark Gable dan Vivien Leigh. Gila! Udah lama banget, yak? Filmnya bagus banget makanya saya mampu juga bertahan di dalam bisokop sekian lama.

Kemaren, berpuluh-puluh tahun kemudian, akhirnya saya datang lagi ke bioskop. Kenapa? Ada dua alasan, pertama, yang ngajak nonton adalah isteri saya. Kedua, isteri saya ngajak nonton film yang berjudul 'Bohemian Rapshody'. Sebuah film yang berkisah tentang group band raksasa dari Inggris, Queen.

Saya fans berat group Band Queen. Saya sangat mengagumi Freddie Mercury dan Brian May. Berbekal ilmu hipnoterapi yang saya peroleh dari teman saya, Asep Herna, saya memberanikan diri masuk ke bioskop selama dua setengah jam di tempat yang gelap. Bismillah....

Okay, sekarang review filmnya, ya? Buat saya film ini serba tanggung. Kreatornya sepertinya bingung sendiri mau menghadirkan lagu-lagu Queen sebagai panglima atau mau menawarkan story yang menarik dari Freddie Mercury.

Dan kebingungan itu membuat, terutama saya sebagai penggemar Queen, jadi gemes. Mau dengerin lagu tapi banyak yang gak dibawakan secara lengkap. Mau menikmati konfliknya tapi kok gak digarap secara serius. Solusi semua konflik terasa asal-asalan dibuatnya. Semua diselesaikan dengan cepat tanpa dramatisasi apapun.

Ada banyak sekali situasi yang sudah dibangun di awal, misalnya konflik Freddie dengan ayahnya. Konflik dirinya sendiri ketika merasa bahwa dia gay. Konflik dengan isterinya sehubungan dengan orientasi sexualnya, Konflik dengan pacarnya yang ternyata hanya membuatnya semakin terperosok dalam jeratan narkoba. Konflik yang paling hebat tentunya ketika Freddie menyadari bahwa dia terkena penyakit aids.Sebuah masalah yang sangat potensial untuk dikembangkan, bukan?

Pokoknya banyak banget konflik yang sangat berpotensi sangat bagus kalo dibuat lebih rinci tapi gak dilakukan. Sayang banget, loh! Apalagi kalo konflik itu digarap dengan dramatisasi. Pasti jadinya super keren.

Di dalam mobil, sepulang dari bioskop, isteri saya tanya, "Menurut lo film tadi bagus gak?"

"Biasalah. Standar!" jawab saya.

"Masa, sih? Buat gue film itu bagus banget!" kata isteri saya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun