Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Atletik Artikel Utama

"100 Meters to Change Your Life"

14 Juli 2018   01:44 Diperbarui: 14 Juli 2018   13:37 5746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sang Juara berfoto tanpa bendera. Foto Kompas.com

Video kemenangan Zohri menjadi viral. Banyak orang menaruh simpati melihat dia sendirian merayakan kemenangannya. Tanpa ofisial. Tanpa suporter. Tanpa bendera. Sedih dan gembira berebut menguasai hati kita.

Dalam hitungan jam, video rumah Zohri di Lombok juga viral. Netizen semakin teriris hatinya. Rumah itu terlalu sederhana untuk Zohri. Pemuda 18 tahun yang baru saja merebut gelar juara dunia. Prestasi yang belum pernah dicapai siapa pun di Indonesia.

Lalu nasib berubah begitu saja. Sangat singkat. Ada perguruan tinggi yang menawarkan kuliah tanpa biaya. Ada perusahaan yang berjanji menghadiahkannya rumah. Kemenpora berniat memberi bonus Rp 250 juta. Menteri PU sudah diperintahkan presiden untuk merenovasi rumahnya. Dalam waktu dekat dia juga akan diundang ke istana.

Kita tidak perlu memaki-maki kenapa dia bisa sendirian di sana? Kemana perginya para ofisial saat dia mencapai garis finish? Siapa yang bertanggung jawab menyediakan bendera. Kita tidak perlu menghujat kok bisa rumahnya begitu sederhana? Apa kerjanya kemenpora? Tidak perlu.

Untuk apa kita menyalahkan orang lain? Saat Zohri berlaga kita juga terlalu sibuk memantau piala dunia. Kita baru tersadar setelah membaca beritanya. Mari kita lihat sisi baiknya saja. Zohri sudah menjadi juara dunia. Perhatian berlebih sudah diperolehnya. Presiden dan seluruh rakyat Indonesia ikut menikmati keharuman negeri ini. Keharuman yang bersumber dari prestasinya.

Memang begitulah Tuhan bekerja. Selalu misterius. Sulit dipahami. Tapi kita percaya itulah yang terbaik bagi kita. Kalau Zohri hidup berkecukupan, kalau dia mendapat perhatian besar sejak awal, kalau semua fasilitas yang dia butuhkan semuanya ada, bisa jadi malah akan menjadi beban. Mungkin memang begitulah cara Tuhan membekalinya motivasi.

Zohri sudah mengajari kita. Keterbatasan bisa dikonversi menjadi enerji yang tak terbendung. Eksistensi tidak datang dari kata-kata. Eksistensi selalu hadir karena prestasi. Zohri telah membuktikannya. Dia telah membuka mata kita. Lari 100 M telah mengubah hidupnya.

Zohri masih punya tugas berat. Asian games sudah semakin dekat. Daripada sibuk melontarkan kata-kata negatif di media sosial. mari kita doakan Zohri kembali mengukir prestasi di Asian Games nanti.

Ucapan selamat masih berlanjut tanpa henti. Datangnya dari seluruh penjuru negeri. Semoga Zohri tidak terlena. Tetap waspada. Tetap rendah hati. Dan tetap berprestasi. Kadang pujian bertubi-tubi bisa berubah menjadi racun yang menggeragoti prestasi. Apa lagi ucapan selamat yang diembel-embeli dengan logo partai di tengahnya. Ah..kampret kalian!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Atletik Selengkapnya
Lihat Atletik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun