Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Obi To Ari

17 Juni 2018   00:20 Diperbarui: 17 Juni 2018   00:28 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ari Malibu, pasangan duet abadi Ari-Reda dipanggil Tuhan tepat di malam takbiran. (dokpri)

Dear Ari Malibu

Sorry kemaren gue gak dateng ke acara pemakaman lo. Gue punya alasan sendiri kenapa gak mengantar ke rumah baru lo ini. Tampang gue kan serem dan macho, semua orang mengira kalo gue ini tipe orang yang sangat tegar, orang yang kuat dan orang yang tabah. Jadi lo bisa bayangin, apa kata orang kalo gue mewek di pusara lo. Komedi banget, kan?

Lebaran kedua ini gue sempetin dateng ngunjungin lo. Kenapa gue akhirnya dateng juga? Karena gue gak mau peristiwa dengan Ace terulang. Gue kan betemen sama Ace dari SMA. Gue gak hadir di pemakaman dia dan akibatnya Si Ace dateng di mimpi gue seminggu berturut-turut minta ditengokin. 

Mimpinya sih gak serem tapi didatengin terus-terusan dengan mimpi yang sama lama-lama kesel juga. Makanya sebelum lo dateng ke mimpi gue, mendingan gue dateng duluan deh. Hehehehe...

Ri, sekarang, di pemakaman lo ini gak ada orang sama sekali, jadi kita bisa ngobrol sepuasnya seperti dulu tanpa diganggu orang lain. Gue inget waktu itu kita ngobrol tentang cita-cita kita yang susah banget kesampaian. Kita ngobrol tentang karya kita yang (menurut kita) sangat berkualitas. Kita menertawakan orang-orang yang menjadi terkenal karena karya-karya sampahnya. Sekarang ini gue jadi bertanya-tanya, waktu itu kita lagi menertawakan orang lain atau sedang meratapi nasib kita sendiri, ya?

Dulu kita sama-sama belum menikah. Kita ngobrol berdua sambil nyimeng malam-malam di warungnya Pak Wir. Kita ketawa terus waktu itu, entah ketawanya dateng dari mana tapi stok ketawa kita selalu berlebih. Kita gak butuh alasan untuk ketawa dan buat gue itu priceless banget.

Gue juga sangat menikmati kerja bareng kita ngegarap musikalisasi puisinya Pak Sapardi. Pak Sapardi itu besar banget jasanya, dia yang membuat kita punya komunitas tersendiri. Dia yang membuat kita jadi tambah akrab. Ah, Sapardi memang luar biasa. Dia seakan minta tolong untuk proyek musikalisasi puisinya padahal sebenernya dia yang menolong kita dengan cara memberikan kesempatan pada kita untuk berkarya.

Eh, ngomong-ngomong soal musikalisasi puisi, inget gak kita pernah ampir berantem gara-gara lagu 'Berjalan ke barat di waktu pagi hari'? Gue waktu itu kesel banget sama lo, Ri. Lo dengan seenak perut sendiri bikin aransemen tanpa minta persetujuan gue. Lagu gue jadi gak asyik!

"Ri, lagu ini seharusnya temponya lambat? Kok lo bikin jadi enerjik begitu? Padahal kan puisi Sapardi itu sebuah renungan?" Begitu kata gue dulu.

"Gak semua puisi harus dilagukan dengan gaya mellow, Bud. Gak semua musikalisasi puisi harus diaransemen seperti gayanya Umar. Biarkan Umar jadi dirinya sendiri dan biarkan lo juga punya gaya tersendiri." kata lo dengan cuek.

Tapi sumpah, Ri. Gue gak suka lagu itu diaransemen dengan tempo cepat. Jadinya kayak gak singkron antara kata-kata dan cara penyampaiannya. Kita berdebat panjang lebar waktu itu. Dan kita berdua sama-sama tipe orang keras kepala lalu kita berdua sama-sama murka. Lama juga ya kita ngambek-ngambekan waktu itu? Dan pertengkaran kita juga berlangsung sia-sia. Lagu itu udah terlanjur direkam. Dan kita gak punya uang lagi untuk nyewa studio untuk merevisinya. Kampret lo, Ri!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun