"Assalammualaikum, Budiman Hakim!!! Antum Budiman Hakim, kan?" Tiba-tiba seorang tinggi besar, berwajah arab dan berjanggut lebat menyapa saya dengan suara menggelegar.
"Iya betul," sahut saya.
"Hehehee... Antum apa kabar, Bud? Ana kangen banget sama, Antum!" Orang bertubuh raksasa itu mengembangkan tangannya dengan isyarat hendak memeluk.
"Ahamdulillah gue baik-baik aja," kata saya sambil membentangkan tangan menyambut pelukannya.
"Huhuhu... Udah berapa lama ya kita gak ketemu. Antum sehat-sehat aja kan?" Rupanya temen saya ini beneran kangen banget karena dia menangis kecil tersedu seraya memeluk saya lama sekali sementara kedua tangannya terus menepuk-nepuk punggung saya.
"Maaf, elo siapa ya?" tanya saya setelah pelukan berakhir.
"Heh? Masa Antum gak inget? Ana Alwi. Ana duduk persis di belakang Antum waktu kelas 3," kata orang itu.
Tiga menit berikutnya saya belanjakan penglihatan untuk memandangi Alwi. Saya perhatiin matanya, hidungnya namun lagi-lagi, saya gagal untuk mengingat orang itu, "Sorry, memori gue udah kacau nih. Gue udah lupa sama sekali."
"Ah sombong sekali Antum sekarang! Mentang-mentang udah sukses, Antum gak mau kenal lagi sama teman lama?" kata Alwi dengan nada keras.
"Gue sama sekali belom sukses tapi emang beneran gue gak inget sama lo," kata saya.
"Resek, lo!" bentak Alwi lalu pergi meninggalkan saya. Segitu marahnya sampe-sampe dia lupa untuk menggunakan kata 'antum'