Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ada Kesepakatan Politik di Balik Vonis Ahok?

10 Mei 2017   01:32 Diperbarui: 11 Mei 2017   11:26 9366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sewaktu SBY berkuasa sebagai Presiden, Riziek Shihab pernah berteriak dalam suatu demo, “Kalo pemerintah berani membubarkan FPI, maka Indonesia akan kami jadikan seperti Suriah.”

Kita mendengarnya langsung emosi; ‘Wah, kok Presiden dihina sampe begitu rupa? Kok Ormas bisa sampe segitu beraninya? Kok SBY diem aja diperlakukan begitu? Apa sebenernya yang terjadi?

Perlu diketahui bahwa apa yang dipertontonkan dalam situasi politik belum tentu seperti yang kelihatannya. Ada banyak kemungkinan yang rakyat gak tau dan memang sengaja dirancang untuk tidak diketahui. Coba kalian renungkan salah satu kemungkinan ini; bisa saja sehabis tereak-tereak seperti itu kemudian Si Riziek ngirim WA ke SBY, “Gimana akting Ana tadi, Bro? Keren gak?”

“Keren mah keren tapi Antum jangan terlalu kasar gitu dong ngomongnya, kan wibawa Ane jadi jatoh di mata masyarakat,” sahut SBY juga dengan WA.

“Hahahaha… Maap, maap kalo Antum merasa begitu. Lain kali Ana lebih hati-hati deh.”

Atau ketika SBY berpidato di Cikeas yang ngomongin lebaran kuda. Kira-kira dia mau ngomong apa? Banyak kan kemungkinannya? Kita mengira dia ngomong secara netral untuk kebaikan negeri ini, padahal bisa jadi dia berbicara dengan maksud hendak menjatuhkan Ahok agar tidak bisa maju ke bursa cagub supaya AHY peluangnya lebih besar. Intinya banyak sekali hal-hal yang kita tidak ketahui. Yang pasti beberapa tokoh PDIP menyebut pidato SBY sebagai provokasi dan sengaja memanas-manaskan suasana politik.

Pas demo 212, demonstran gagal bertemu dengan Jokowi. Namun setelah demo bubar, Jokowi dengan mengenakan jaket Zara, datang ke istana dan menyampaikan pidato singkat. Banyak orang yang mengatakan bahwa pidato Jokowi gak ada isinya. Kenapa bisa begitu? Karena Jokowi memang bukan ngomong ke kita tapi sasarannya ke SBY. Dalam pidato itu, Jokowi cuma mau menyampaikan, “OK, gue tau lo yang ngegerakin demo itu. Tunggu balesan dari gue.”

Jokowi lalu mengadakan pertemuan dengan Prabowo, ketua NU, ketua Muhammadiyah, mampir ke markas marinir, markas kopassus dan hampir semua ketua partai ditemuinya. Masyarakat menyangka bahwa Presiden yang hobinya blusukan itu cuma mampir aja biar deket sama elemen masyarakat. Tapi kenapa SBY gak ditemui? Memang itulah cara Jokowi berkomunikasi ke SBY bahwa dia siap untuk melawan move SBY dengan cara apapun.

SBY adalah jagoan strategi namun dia tidak menyangka anak ingusan penjual mebel asal Solo ini juga pintar bermain catur. SBY pun mengalah lalu meminta ketemu dengan Jokowi namun Jokowi mengulur-ulur waktu sampe akhirnya di saat yang menurut dia tepat, barulah dia mau menemui Boss Cikeas ini.

Contoh satu lagi tentang sidang paripurna DPR. Kita sering heran kenapa sidang paripurna mulainya telat melulu. Telatnya gak kira-kira bisa sampe beberapa jam. Nah tahukah kalian bahwa ketika akhirnya sidang paripurna dimulai, sebenernya yang kita tonton cuma pengesahannya aja. Sidang sebenernya gak tertangkap oleh kamera. Sidang itu berupa lobby-lobby politik antar partai dalam membuat sebuah kesepakatan. Seringkali lobby berlangsung begitu alot makanya acara sidang langsung molor jauh dari waktu yang telah ditetapkan.

Sebagai rakyat, kita harus jeli memahami proses politik yang terjadi. Jangan langsung percaya pada apa yang kita lihat di media. Jangan mau dibo'ongin oleh politikus. Apa yang kita lihat di TV seringkali cuma metafora. Para politikus berbicara dan menyampaikan pesan yang seolah-olah ditujukan untuk rakyat padahal sebenernya itu pesan bersayap yang ditujukan untuk lawan politiknya. Bahkan bisa juga mereka memainkan skenario seakan-akan sebagai lawan padahal mereka bersekutu tanpa rakyat menyadarinya, seperti ilustrasi pada Riziek dan SBY di atas.

Sekali lagi, politik adalah perang issue. Yang paling utama tentu saja perang dalam pilpres yang memperebutkan kursi nomor satu dalam sebuah negara. Perang politik hanya ada di periode pemilu, jadi bila salah seorang sudah terpilih maka perang politik selesai lalu semua berdamai dan bersama-sama dan bahu membahu membangun negeri ini. Begitulah sifat seorang negarawan, mereka lebih mementingkan kemajuan negeri daripada diperbudak oleh hawa nafsu kekuasaan.

Tapi apa yang terjadi selalu gak begitu. Kita selalu melihat pihak yang kalah selalu mengganggu yang sedang berkuasa. Mereka mencela ini, mencela itu semata-mata hanya fokus ingin menjatuhkannya. Kenapa? Karena gak banyak orang bersifat negarawan. Pihak yang kalah selalu bernapsu untuk menggoyahkan pihak yang berkuasa supaya di pemilu berikutnya mereka bisa membuktikan kegagalan pihak penguasa dan calon dari partainya punya kesempatan untuk memenangkan pemilu. Begitulah perilaku politikus. Di situlah perbedaan politikus dan negarawan.

Okay, sekarang kita berbicara tentang Ahok. Sekali lagi saya tekankan bahwa politik adalah perang issue. Peristiwa Basuki Tjahaja Purnama ini adalah murni peristiwa politik. Akibat blunder Ahok yang salah ucap, akibatnya masalah beririsan dengan masalah hukum dan agama. Hanya orang-orang baik, alim dan polos sajalah yang mempercayai bahwa ini adalah murni masalah penodaan agama.

Kemaren Ahok telah divonis selama dua tahun dan langsung dipenjara. Banyak orang menangis dan mengutuk Sang Hakim yang dinilai tidak adil. Demo ber-angka yang terjadi terus-terusan juga dianggap telah melakukan tekanan pada hakim sehingga mereka memvonis gubernur Jakarta itu lebih tinggi daripada tuntutan jaksa. Apakah benar itu yang terjadi? Bisa ya, bisa juga tidak. Kemungkinannya giman dong?

Saya curiga telah terjadi deal-deal politik antara pihak pemerintah dan kelompok Prabowo. Deal itu tentunya diwakili oleh kejaksaan, polisi, kehakiman, ormas dan seluruh pihak terkait. Kenapa saya menduga begitu? Saya kok merasa Ahok terlalu tenang untuk menerima vonis hakim. Saya punya firasat Ahok sudah mengetahui sebelumnya apa vonis yang dihadapinya. Pertanyaannya adalah deal apa yang sebenernya yang telah disepakati? Ada banyak kemungkinannya sih.

Analisa saya begini; vonis Ahok selama dua tahun dan langsung masuk penjara dilakukan untuk meredam para anti Ahok doang. Kenyataannya nanti, Ahok cuma dipenjara beberapa hari. Kemudian pihak pengacara Ahok akan meminta penangguhan penahanan lalu disetujui.

Pada saat pengadilan banding barulah Ahok dinyatakan tidak bersalah. Pihak lawan sih senang-senang aja karena toh kursi gubernur telah dimenangkan. Ibukota adalah kota yang sangat stretegis. Menguasai Jakarta adalah bekal yang sangat penting untuk memperebutkan kursi kepresidenan tahun 2019 nanti.

Orang-orang yang tadinya sudah bergembira karena Ahok sudah masuk bui tentunya berbalik menjadi pihak yang kecewa. Lalu apakah mereka akan berdemo lagi? Saya kira tidak. Kalau pun ada pasti jumlahnya sangat sedikit yaitu orang-orang baik, polos dan sudah termakan perang issue dari para politikus tadi. Yang lain kenapa ga akan ikut berdemo? Duitnya dari mana? Gak ada lagi yang mensponsori…wong deal politik sudah disepakati kok masa harus demo lagi?

Demikianlah analisa dari saya. Semoga negeri kita lebih baik kedepannya. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun