Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kalah

21 November 2011   17:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:22 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang bisa mudah mengatakan: “Kalah atau menang itu biasa”. Ketika itu dikatakan oleh yang kalah, pasti berbeda situasi psikologisnya seandainya pepatah itu diucapkan oleh Si Pemenang.  Pepatah itu bisa menjadi pelipur lara bagi yang kalah. Semacam penyemangat dan penghibur bagi yang tersungkur. Itulah bentuk simpati atau empati dari orang lain agar yang kalah tidak semakin terpuruk, atau minimal masih berdiri tegak menerima kekalahannya.  Pepatah penghibur pun ditambahkan, “kalah adalah kemenangan yang tertunda”. Sebuah femeo lain yang seolah si kalah masih mempunyai masa depan cemerlang. Manisnya kemenangan nanti selalu dihembuskan di kala kekalahan- bagi sebagian orang- terasa menyakitkan saat ini.

Namun, semudah itukah menerima kekalahan?

Dampak psikologis kekalahan pasti berbeda setiap orang. Toleransi emosi pun bisa bervariasi dalam menyikapinya. Kekalahan merupakan fungsi dari karakter atau sifat personal, serta “harga” atau “biaya” yang harus  dipertukarkan dengan kemenangan atau kekalahan itu. Bukankah kita enteng dan happy-happy saja ketika kalah bermain tebak-tebakan di kala senggang?

Tingkat emosi kita semakin meningkat ketika kalah dan menang itu mempertaruhkan “nilai” yang ingin diraih, atau sebaliknya dikorbankan jika kalah. Semakin tinggi nilai yang dipertaruhkan, tingkat emosi pun semakin besar. Dan setiap orang mempunyai besaran nilai yang berbeda sesuai dengan kapasitasnya. Saya sendiri tidak mungkin terlibat dalam arena pemilihan presiden, yang pasti berujung dengan menang atau kalah juga.

Namun, bisa jadi saya tetap kecewa ketika hanya kalah dalam pertarungan dalam arena yang lebih kecil. Jadi karakter dan kapasitas individual pun bisa mempengaruhi penyikapan terhadap kekalahan. Di sinilah letak perbedaan dalam menyikapinya. Cara mengekpresikan kekecewaan pun bisa berbeda-beda, pun dampaknya terhadap tekad di kemudian hari. Bisa tetap bersemangat, semakin termotivasi untuk bangkit kembali, atau malah sebaliknya, makin terpuruk. Selalu ada keberagaman dalam memaknai kekalahan.

Sedih ketika kalah itu manusiawi. Apalagi nilai yang dipertaruhkannya besar. Nilai taruhan semakin membesar jika ada ekspektasi atau harapan besar terhadap kemenangan. Harapan dari orang lain terhadap kemenangan malah bisa menjadi beban, dan ketika kalah, beban itu membuat kesedihan yang lebih mendalam. Bisa jadi sikap itu disebabkan rasa bersalah karena telah membuyarkan asa atau ekspektasi orang lain. Dan kekecewaan itu meningkatkan harga dari sebuah kekalahan.

Kekalahan bisa lebih menyakitkan ketika posisi sebelumnya si kalah lebih diunggulkan. Kalah bagi yang dianggap pecundang sebelumnya dianggap biasa dan wajar-wajar saja. Ekspektasi yang tidak berlebihan terhadap pecundang, membuat kekalahannya tidak menyedot emosi yang berlebihan.  Namun, kekalahan bagi favorit juara pasti lebih terasa menyakitkan.

Ada satu hal lagi, sikap orang lain terhadap kekalahan tergantung pada seberapa besarnya atensi- atau boleh disebut minat- terhadap arena pertarungannya. Orang lain di sini adalah pihak yang tidak bertarung langsung memperbutkan kalah atau menang. Namun perhatian terhadap pertarungan itu menyedot minat atau ketertarikanya. Bisa jadi, bagi penggemar Bulu Tangkis,  kekalahan Taufik Hidayat terasa lebih menyakitkan daripada kekalahan Timnas U-23 dari Malaysia. Atau, bisa jadi ada yang  tidak peduli dengan kedua kekalahan itu, toh tidak senang menonton bulutangkis dan sepakbola. Kekalahan itu pun dianggap bukan apa-apa.

Jadi,

Apakah Anda merasakan emosi yang berbeda dalam menyikapi tersingkirkannya Timnas Senior dalam kualifikasi piala dunia dengan kekalahan timnas U-23 dalam final SEA Games 2011 yang baru saja selesai?

Kalau saya sih tetap sangat sedih dan kecewa. Namun, tetap bangga dengan perjuangan timnas U-23. Garuda pun tetap di dadaku.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun