Mohon tunggu...
Budi Hartanto
Budi Hartanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mencoba berkarya dari segala sisi

Lahir di Jakarta dengan segala kepenatan yang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

History of My Life

23 Juli 2019   01:59 Diperbarui: 23 Juli 2019   02:05 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salam kepada semua makhluk maya

Sempat saya buat video seputar apa yang saya alami, namun setelah saya mengkaji hasilnya, terlalu awkward buat saya, jika saya saja sudah merasa terlalu awkward dengan video tersebut, saya merasa orang akan merasa absurd dengan video tersebut dan akan timbul berbagai macam interpretasi yang berbeda serta terkesan terlalu mengemis.

Padahal keinginan saya dari apa yang akan saya ceritakan adalah orang tidak mengalami hal yang sama atas yang sama alami, alhasil rekaman tersebut saya tinggalkan, dan saya mencoba untuk menulis di sini saja atas apa yang pernah alami, terlebih saya berancana akan menulis beberapa artikel menganai kehidupan yang saya alami, atau mengenai pengetahuan-pengetahuan yang saya akan kaji (eeeiiittt....saya bukan profesor ya, walau kepala botak) bebas dong berekspresi.

Hampir sekitar setahun kejadian, lebih tepatnya bulan September 2019 perusahaan yang saya pimpin tidak dapat diselamatkan lagi dan lebih parahnya lagi perusahaan tersebut mengalami kerugian yang amat sangat besar bagi saya yang berstatus tidak memiliki asset apa pun, setengah miliyar lebih hutang saya dapat.

Berbagai kajian dan usaha saya lakukan, dari mulai mengkaji kembali data keuangan perusahaan sampai dengan mencari pinjaman ke bank, kurang lebih 5 bank saya datangi namun lagi-lagi tak berhasil, awalnya hanya karena dari surat agunan, tapi setelah saya urus ada lagi yang tak bisa saya urus, yaitu BI checking saya rusak, tenggelam sudah.

Bukan hanya itu saja, kajian data pun saya lakukan, namun dalam keadaan stres dan terpojok karena harus membayar hutang, alhasil kajian data pun semrawut, emosional dalam melihat data hasilnya tidak akan bagus, terbukti saya salah lagi dalam melihat data, makin kacau suasana, ditagih hutang sana sini, diterpa gosip yang saya sendiri kurang faham apa maksudnya, dan yang lebih menjadi pusat perhatian adalah anak istri saya.

Dalam keadaan bingung ditagih hutang dan diterpa gosip saya merasa harus melindungi keluarga saya terlebih dahulu, saya tak ingin istri saya mendengar teriakan tagihan hutang dan bisik-bisik gosip yang tersebar, akan lebih sulit saya menahan emosi untuk menjelaskan semua itu, jadi saya ambil keputusan untuk berhenti bekerja dan mencari tempat tinggal baru untuk istri dan anak-anak ku, sementara saya mencari tempat tinggal, istri dan anak-anak saya titipkan kepada mertua.

Saya perlu menenangkan diri dan berfikir jernih untuk menentukan langkah selanjutnya, bukan untuk melarikan diri dari hutang tersebut, cuma atas dasar data di atas saya pikir mereka bukan butuh jawaban saya, yang mereka butuhkan adalah saya harus bayar hutang, apa pun bahasa yang saya keluarkan tetap saja hutang saya harus bayar, saya mencoba menyembunyikan diri dan menghilang, saya lakukan itu karena saya harus mencari uang untuk keluarga saya, dan yang paling penting membayar hutang-hutang tersebut.

Berbulan-bulan sudah saya lewati namun tak kunjung ada hasil, saya keluar dari persembunyian, saya hadapi mereka dan kembali menerangkan dengan nada memohon "saya pasti saya akan bayar, saya hanya butuh waktu" hanya itu bahasa yang saya punya, dalam hati ingin saya berkata " saya akan bayar, namun saya butuh bantuan" dengan menawarkan beberapa konsep, tapi mereka sudah terlanjur kecewa berat dengan apa yang terjadi, tingkat kepercayaan kepada saya pun menurun.

Tepat pada bulan Januari saya akhirnya mendapatkan tempat tinggal untuk keluarga saya, namun lagi-lagi mengalami kebingungan dari mana saya membayar uang sewa, di sini saya mengambil sebuah rumah untuk disewa, dan kenapa bukan jenis kontrakan petakan yang mungkin biayanya lebih murah.

Setelah berdiskusi dengan istri ku yang tersayang dan yang terkuat maka inilah dasar keputusan yang saya paksa dia untuk menyetujuinya : yang pertama saya tidak ingin anak-anak kami merasa syok mendalam atas apa yang saya alami, saya ingin rumah juga menjadi sarana bermain mereka maka dibutuhkan yang aga besar, kedua saya butuh tempat untuk berekpresi dan menyusun konsep apa yang harus saya lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun