Mohon tunggu...
Budi Harsoni
Budi Harsoni Mohon Tunggu... Guru - Guru Biasa

Pengiat literasi desa di Kabupaten Lebak

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Diplomasi Gula: Penyambung Lidah Desa-Kota

25 Januari 2022   22:48 Diperbarui: 25 Januari 2022   22:59 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Di Kampung Cibadak, kegiatan ini biasa disebut Coletan; menikmati gula aren muda yang masih kental dengan dicolek lalu ditempelkan ke lidah. Tahap ketiga adalah Mepes, istilah yang biasa disebut di Kampung Cibadak, yaitu memberikan campuran agar gula aren hasilnya bagus. 

Campuran yang diberikan yaitu berupa tumbukan muncang atau kemiri. Sampai disini api harus lebih dikecilkan lagi untuk menghindari adonan gula tidak gosong. Sebab jika gosong berarti gagal menjadi gula aren karena bau hangus.

Setelah adonan gula aren dirasa cukup matang, gula aren siap dicetak. Wajan diangkat dari perapian dan disisir pinggirannya, diaduk lalu dituangkan dengan alat semacam arit yang dibengkokkan ke dalam cetakan. 

Cetakan terbuat dari kayu yang berlubang seukuran gula aren hampir menyerupai permainan congklak anak-anak, setiap batang cetakan memiliki lima sampai enam lubang. Setelah keras dan mengering, gula-gula itu dibungkus dengan daun aren. Biasanya dalam semalam seorang bisa menghasilkan 20 buah (batok) gula aren.

Sementara saya bertugas memasarkan gula aren melalui jaringan pertemanan. Kendala, sudah pasti ada. Pengalaman menarik pun turut menghiasi perjalanan mengantar gula ke teman-teman yang memesan. Dengan kendaraan motor untuk sekitar Serang-Cilegon, atau melalui KRL untuk pengiriman ke wilayah Tangerang. 

Pesanan gula kojoran yang sudah dikemas dengan rapih dalam plastik berisi satu atau dua toros (satu toros berisi lima kojor, satu kojor berisi lima tangkup gula, satu tangkup berisi gula dua batok). Bahkan pesanan kadang lebih. Namun ketika sampai di tempat tujuan, kadang ada beberapa gula yang sudah tak utuh lagi bentuknya. Meleleh atau penyok disana sini. Hal itu tidak jarang membuat teman yang memesan menjadi kecewa.

Menyikapi hal ini, kamipun kemudian merencanakan mengolah gula aren semut (bubuk). Pesanan gula aren berbentuk batok tidak lagi kami layani, dan fokus pada usaha gula aren semut. Kepada para petani, kamipun berembuk untuk mengirim gula dalam bentuk tidak dicetak, dibiarkan berbentuk butiran-butiran sebesar kelereng. Gerandul, untuk istilah di Warungbanten. Dan itu ternyata memudahkan petani dalam proses pembuatannya.

Namun ada kendala dalam proses penumbukan dan pengeringan. Pada mulanya kami menumbuk dan menghaluskan secara manual dan mengandalkan pengeringan dengan sinar matahari. Namun kadang terkendala ketika sedang musim hujan. 

Sementara pesanan lambat laun mulai meningkat. Syukur alhamdulillah, dari keterbatasan yang kami miliki ternyata ada seorang yang memberikan perhatian pada usaha yang kami geluti. Seseorang itu memberikan bantuan berupa mesin oven dan alat penumbuk.

Usaha kami mulai berjalan lancar. Pesanan tidak hanya datang dari sekitar Banten, namun Jakarta, Bandung, Jawa Tengah, Jawa Timur. Bahkan dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat. 

Teman kami Desi Isnaeni seorang dosen di sebuah perguruan tinggi yang di Selebar, Kota Bengkulu memesan 20 Kg untuk dijual di kantin kampus yang kami kirimkan melalui JNE dengan nomor resi 172010019564920. Juga Yuyun Yunita pengusaha butik yang merambah ke bisnis kuliner di Selaparang, Mataram NTB yang memesan 20 Kg yang juga kami kirim melalui JNE dengan nomor resi 172010009143020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun