Minggu (30/10/2016). Untuk kali pertama saya berkunjung ke salah satu destinasi wisata Jakarta, Hutang Mangrove. Saya suka sekali dengan alam yang menurutku indah bukan main. Pohon-pohon bakau disulap menjadi taman wisata. Menyugukan kesejukan, lingkungannya juga bersih. Namun ada hal yang tidak berkenan di hati saya.Â
Jalan hutan mangrove itu ukurannya sangat kecil, jadi ketika banyaknya orang-orang yang terlalu sibuk mengabadikan moment secara berlebihan. Bentar-bentar selfi, cekrak-cekrek ditempat yang seharusnya wisatawan menikmati perjalanan. Hal ini mengganggu sekali.
Pertama ketika saya dan teman-teman baru sampai satu spot menarik, jalannya setapak dengan susunan potongan kayu-kayu bulat sebagai pijakan. Pengunjung sudah ramai, tidak ada yang bergerak jalan. Diam mematung dengan tongsisnya. Padahal masih banyak tempat yang lebih menarik dan cocok untuk mengambil gambar sebagai koleksi narsis, dan sudah disediakan pengelola.
Untuk mengelilingi wilayah hutan mangrove tidak menghabiskan waktu lama, sehingga pengunjung juga tidak harus terburu-buru mengambil setiap moment. Absurd rasanya setiap langkag kita harus bilang "permisi, permisi, permisi". Agar para squad narsis mau menghindar. Anehnya lagi, saat kita meminta izin lewat, ada saja yang tidak menghiraukan, yang begini biasanya anak-anak ABG.Â
Dari situ saya dapat belajar sebaiknya kalau berwisata jangan terlalu sibuk dengan kamera smartphone. Setiap moment diabadikan dalam akun media sosialnya. Bayangkan setelah mereka ambil gambar/foto lalu tetap diam di tempat yang sama untuk ngepost update picture terbaru. Antrian baru muncul lagi.
Mengenai blocking jalan, saya juga terus menyelusuri panorama indah hutan mangrove. Eh, malah ketemu sama satu rombongan berisi 10 orang lebih baris menutupi jalan, seperti foto setelah acara seminar. Baris berjajar! Terus hampir setengahnya teriak gembira "eh, eh, langsung kirimin ke Whatsapp dong, atau upload di Facebook", euh! Ngantri lagi ngantri lagi.
Kesimpulannya, hampir setiap jalan kecil selalu saja ada pengunjung yang sibuk mengabadikan moment tanpa memperhatikan pengunjung yang lain. Pengunjung yang narsis begitu juga sering merasa gak bersalah -- sibuk dengan camera dan smartphonenya. Apa nikmatnya wisata dengan cara begitu? Absurd!
Semoga Anda bukan tipe orang yang narsis saat travelling. Atau mungkin, Anda punya pengalaman yang sama? Kalau punya teman yang over narsis, tolong dinasehati. Hehe :)
Salamku
Budi Ardian Saputra