MATAÂ melotot. Ingatan terbang ke masa silam, melihat judul berita "Usai Diperas Oknum Pengusaha, Pemilik Pabrik di Cilegon Minta Maaf" di kompas.com 14/5/2025.
Ringkasan beritanya begini. Penyedia solusi kimia terbesar di Indonesia, Chandra Asri Group, melalui salah satu direkturnya, meminta maaf atas kegaduhan setelah beredarnya sebuah video.
Tayangan tersebut mempertontonkan permintaan jatah proyek dari sejumlah oknum pengusaha setempat. Mereka meminta jatah senilai Rp5 triliun tanpa prosedur lelang. Diketahui, satu anak perusahaan Chandra Asri sedang membangun pabrik kimia alkali ethylene dichloride (CA-EDC).
Berita lengkap di sini.
Semestinya, oknum pengusaha peminta jatah proyek tanpa melalui proses tender yang meminta maaf. Bukan pihak pabrik, karena secara tersistem mereka memiliki tata cara pemilihan pemenang lelang proyek
Berita di atas membawa ingatan kepada peristiwa di masa silam, ketika saya masih menjalankan perusahaan kontraktor kelas kecil rekanan sebuah Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Perusahaan dilengkapi dengan legalitas dan perizinan yang sesuai, agar bisa menjadi mitra Pemkab, meliputi:
- Akta Pendirian, termasuk pendaftaran ke Kemenkunham;
- Izin Domisili sesuai lokasi Pemkab dituju;
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Direktur dan Perusahaan;
- Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan. Sekarang SIUP dan TDP digantikan oleh Nomor Induk Berusaha (NIB);
- Keanggotaan asosiasi perusahaan konstruksi dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN);
- Sertifikat Badan Usaha (SBU);
- Surat Izin Jasa Konstruksi.
Dengan terbitnya dokumen-dokumen di atas, perusahaan kecil bisa mencari pekerjaan di Pemkab.
Makin besar skala dan tingkat kompleksitas usaha, dokumen lain perlu diurus, seperti Sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), izin spesialisasi pekerjaan, hingga sertifikasi ISO (International Organization for Standardization).
Dengan legalitas dan perizinan tersedia, perusahaan melakukan lobbying ke dinas-dinas. Tidak sendiri. Pengurus asosiasi tempat bernaung yang akan merapat ke kepala dinas, setidaknya menghadap ke Kepala Bidang yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Angota saweran bila menginginkan proyek.
Beruntung saya diangkat menjadi Wakil Bendahara Umum, kendati masih "anak baru" sebagai anggota asosiasi, sehingga sedikit banyak mengetahui dinamika "permintaan jatah proyek".