INSTAGRAM menawarkan beragam fitur, yang tidak seluruhnya saya pahami.
Demi sekadar tahu tentang fitur-fitur dan sejarah jejaring sosial ini, saya bertanya ke mesin perambah dan kecerdasan buatan. Namun, artikel ini tidak akan menuliskan ulang tentangnya.
Saya adalah pengguna biasa yang berbagi foto atau video melalui fungsi postingan, stories, dan reels. Tak jarang saya menyebut (mention) atau menandai (tag) orang lain. Terhadap unggahan teman sesama pengguna, mungkin saja saya membubuhkan cap jempol (like) dan berkomentar.
Akun yang bersifat publik, sehingga aktivitas saya di Intagram diketahui banyak orang.
Sementara, fasilitas bersifat pribadi adalah Direct Messages. Pengguna aktif biasa menyebutnya DM. Melalui fitur ini pengguna melakukan pengiriman pesan, foto, dan video secara pribadi dengan orang lain. Bahkan, bisa melakukan panggilan suara dan video.
Mengenal fasilitas komunikasi dan interaksi secara pribadi ini setelah saya menerima DM. Beberapa kali ada pesan pribadi dari teman lama, yang mengirim unggahan, bertanya tentang hal spesifik, atau berterimakasih terkait sebuah unggahan.
Ada pula DM dari pengikut (follower) baru. Isinya, say hello, tanya domisili, basa-basi, hingga meminta nomor telepon WhastsApp.
Mereka berkewarganegaraan Korea Selatan, India, hingga kota di Indonesia yang jauh dari tempat saya tinggal, dan mengaku sebagai business woman atau wanita karier. Umumnya, ehem ..., bertampang aduhai.
Untuk keperluan apa mereka minta nomor telepon WA? Sementara teman lama tidak begitu, bahkan sebagian sudah memiliki nomor saya.
Menemukan permintaan janggal itu, otomatis dan tanpa aba-aba maka sirene peringatan dini menyala di kepala.