PETUGAS keamanan perumahan bercerita, beberapa waktu lalu ia menghadapi sejumlah anggota ormas. Perkaranya, mereka hendak mengambil alih pengelolaan lahan parkir di sebuah kompleks ruko dalam lingkungan RW setempat.
Dalam himpunan rumah toko berlantai dua itu terdapat toko ritel modern, gerai waralaba penjualan es krim dan minuman teh yang lagi ngehits, restoran pempek, toko grosir ATK, kedai kopi & roti, dan sebagainya.
Ada saja pengunjung selama toko-toko dibuka. Sebagian membawa mobil atau sepeda motor yang diparkirkan di lahan tersedia. Parkir gratis. Mestinya.
Kenyataannya tidak. "Penguasa" setempat mengelola lahan itu, dengan "menugaskan" warga tidak punya pekerjaan tetap sebagai petugas parkir. Karena mengenal, beberapa kali saya berbincang dengan mereka.
Juru parkir memungut ongkos dari pemilik kendaraan yang menaruh kendaraan, lalu menyetorkan sejumlah uang yang telah ditetapkan. Berapa jumlahnya, tak ada yang mau mengatakannya.
Hasil pungutannya dialokasikan untuk:
- Membayar kebersihan,"ongkos" pengangkutan sampah oleh pegawai Dinas KLH Kota Bogor dari tempat pembuangan sementara di halaman kompleks ruko.
- Menyerahkan bagian penghasilan yang menjadi hak juru parkir. Tidak ada informasi mengenai persentasenya.
- Lain-lain (kas "penguasa" lingkungan).
Tidak diketahui pasti kapan praktik parkir liar ini dimulai. Mungkin sejak komplek ruko itu ramai dikunjungi.
Lahan parkir yang selalu terisi dengan kendaraan memancing keinginan dari satu ormas untuk menguasainya. Belum lama, sebagian anggotanya mendatangi juru parkir yang ada dan hendak mengambil alih.
Tidak ada bentrok. "Penguasa" setempat dan petugas keamanan perumahan menengahi, bahwa tempat tersebut adalah milik warga untuk tujuan di atas (bayar pegawai dinas kebersihan dan upah juru parkir).
Setelah kejadian, petugas keamanan perumahan bercerita kepada saya, bagaimana ia dengan "gagah berani" menggertak anggota ormas. Baiklah, itu kebanggaannya sebagai petugas keamanan dalam mengatasi keributan.