JALANÂ kaki pagi melewati permukiman tidak jauh dari tempat tinggal, saya bertemu seorang ibu yang mengatakan, suaminya sempat lemah di tubuh bagian kanan.
Katanya, stroke ringan. Tidak mengalami kelumpuhan, tetapi sekarang suaminya lebih mudah sedih dibanding sebelumnya.
Saya dapat merasakannya. Memberi saran agar suaminya melanjutkan pengobatan medis. Asumsinya, sebagai warga berpendidikan dan pensiunan ASN yang makmur, tentunya mereka akan mendatangi dokter spesialis untuk penanganan stroke.
Ternyata tidak! Suaminya berobat secara alternatif. Tidak disebut di mana dan prosedur apa yang dilakukan.
Demi mendengarnya, saya menyarankan agar menemui dokter. Pengobatan dan terapi medis bukan  untuk penyembuhan, melainkan menjaga agar tidak terjadi risiko serangan stroke lebih berat.
Itu ikhtiar logis. Hanya Sang Maha Penyembuh berhak menyembuhkan penyakit atau melepaskan penderitaan akibat penyakit, termasuk keadaan sebab stroke.
Namun, jawabannya membuat saya menganga. Mereka hanya berdoa meminta kesembuhan dan tidak ada ikhtiar medis.
Saya tidak mau berdebat dan segera pergi melanjutkan perjalanan untuk menghindari keadaan menjadi lebih buruk.
Perlu diketahui, penderita stroke cenderung mengalami labil emosi. Suasana hati bisa berubah dengan cepat dan tidak terkendali.
Daripada emosi memuncak, bludrek, lebih baik saya membagikan sedikit pengetahuan di Kompasiana.