Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negara Amplop

6 November 2021   06:58 Diperbarui: 6 November 2021   07:03 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peta Negara Amplop oleh Nietjuh dari pixabay.com

Kita rakyat Indonesia yang sudah terbiasa tertib tidak bakal mengerti kekisruhan semacam itu. Pasti puyeng memikirkannya. Jangan! Lebih baik memenungkan, mengapa mereka "doyan" amplop?

Kosakata amplop, diamplopi, mengamplopi, teramplopkan, amplopan, amplopwan-amplopwati telah memperkaya mayapada bahasa mereka. Demikian mengakar sehingga kebiasaan itu kemudian mengadat-istiadat, lalu mengonstruksi sebuah bangunan budaya yang kokoh.

Sempat ada sekelompok orang menyadari bagaimana budaya amplopan menggerogoti keuangan negara. Faksi penekan hendak meruntuhkannya, tetapi seperti biasa mereka tergerus oleh kultur terlanjur menggurita itu.

Pemerintah tidak tinggal diam, berusaha membendung laju pertumbuhan budaya amplopan dengan menerbitkan rangkaian undang-undang dan peraturan turunannya.

Berjenjang-jenjang dari mulai UU Anti Amplop, Peraturan yang mengatur sanksi bagi pelanggar (termasuk petunjuk teknis dan pelaksanaannya berserta perangkat preventif juga represif), sampai pembentukan regu tindak pidana amplopan (TIPIAM) di institusi kepolisian dan kejaksaan.

Paling mutakhir adalah pembentukan Lembaga Sampiran Pemberantasan Amplopan (LSPA).

Namun praktik, tepatnya budaya amplopan kian meng-kohesi. Tarik-menarik antarunsur mengamplopi dan diamplopi semakin kokoh. Semua tanpa ada yang dikecualikan menjadi amplopwan-amplopwati unggulan.

Mau mengurus Kartu Identitas, mengamplopi sebelum diminta amplop. Petugas-petugas Kantor Penerbit Lisensi Nyetir (KPLN) wajib diamplopi agar lulus dari berbagai macam jebakan ujian.

Minta surat keterangan? Mau kerja? Mau naik kelas dan lulus sekolah? Mau kawin? Punya anak? Mati? Semua mutlak perlu amplopan.

Di dunia bisnis dan politik, praktik amplopan lebih dahsyat. Tidak cukup satu. Tapi amplop menggunung-gunung.

Untuk memperoleh proyek, harus terlebih dahulu mengamplopi. Setelah teken kontrak, pejabat pengadaan dan pengawasan mesti diamplopi. Demikian sampai ke tahap penagihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun