Kehendak Gita Savitri untuk menganut Child Free memantik pendapat mendukung dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia.
Influencer, YouTuber, Blogger itu bersama suaminya, Andre Partohap menyatakan secara terbuka untuk tidak punya anak seumur hidupnya. (Selengkapnya dapat dibaca di sini).
Siapa Gita Savitri?Â
Saya sendiri tidak mengenalnya. Tentang pesohor tersebut dapat dilihat di sini dan berbagai sumber berita.
Child free merujuk kepada pilihan hidup (dari pasangan menikah-pen.) untuk tidak memiliki anak, baik itu anak kandung, anak tiri, maupun anak angkat (Wikipedia). Gerakan dari masyarakat barat ini kemudian menggejala di Indonesia.
Di Twitter, Instagram, Facebook terdapat grup pendukung child free, dengan tagline: "kami terpanggil untuk tidak membuat manusia baru."
Ada banyak dalih yang mereka kemukakan untuk tidak mau punya anak, di antaranya:
- Adanya masalah kesehatan, termasuk hal kelainan genetik.
- Persoalan finansial
- Untuk kesejahteraan pribadi
- Beragam kekhawatiran yang ditimbulkan akibat rauma masa lalu.
- Takut mengurangi aktivitas seksual.
- Menjaga kelestarian bumi dari overpopulasi, kelangkaan sumber daya alam, polusi.
- Tidak menyukai anak-anak.
- Dan sebagainya.
Dalih di atas merupakan daftar panjang, bila ditulis. Namun ia tidak akan sepanjang alasan pendukung kehendak alamiah untuk meneruskan keturunan.
Kecuali demi alasan medis, dalih tersebut mencerminkan watak self centered. Menurut bebagai sumber, gejala psikologis ini adalah kecenderungan untuk mementingkan kesenangan pribadi, dengan berlaku apatis terhadap realitas sosial.
Dengan kata lain, orang dengan gejala self centered adalah mereka yang bersifat egois sangat tinggi, melampaui batas kewajaran dan mengabaikan kenyataan di masyarakat sekitar.
Dalam persepektif lain, di balik suatu pernyataan self centered yang menyebabkan kehebohan, terdapat kehendak untuk lebih diperhatikan. Kehebohan itulah yang menjadi tujuan orang semacam YouTuber. Barangkali.
Terlepas dari persepsi tersebut, gerakan child free telah menentang tujuan purba dari ikatan perkawinan, yaitu: meneruskan keturunan.
Sejarah menerangkan, meneruskan keturunan adalah dorongan alami manusia dalam kelompok sosial. Selama pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang bisa saja menemukan pasangan. Wajar jika pasangan itu kemudian berkehendak meneruskan keturunan. Di situlah kebutuhan untuk berpasang-pasangan berada.
Kegiatan berpasang-pasangan telah dilembagakan, baik secara adat maupun agama. Demikian pula dengan itikad wajar untuk memiliki anak.
Itikad?
Memiliki anak adalah bentuk tanggung jawab sosial. Tanggung jawab kepada amanat agama. Tanggung jawab untuk menyalurkan kasih sayang kepada anak dan memeliharanya. Itu adalah bentuk tanggung jawab sosial dan sebagai pengejawantahan memelihara bumi dan seisinya.
Dalih-dalih dikemukakan oleh para pemuja child free telah menikah, adalah ketakutan-ketakutan yang dicitrakan sendiri. Tidak ada hubungannya dengan tatanan alami dan sosial yang dihadapi.
Jadi, jika hendak memilih untuk tidak memiliki anak (kandung, tiri, angkat) atau child free, sebaiknya tidak usah menikah, agar terbebas dari tanggung jawab sosial.
Atau, pengikut aliran child free memang ingin berkehendak teralienasi dari kehidupan sosial riil.