Internet memberikan ruang aktualisasi, juga promosi diri. Di dalamnya bertimbun cara membangun personal branding, apakah untuk meluaskan jaringan atau demi meningkatkan karier. Di dunia tak bertepi itu ditemukan berbagai cara membangun personal branding yang dibutuhkan oleh: pencari kerja, freelancer, dan sebagainya.
Personal branding berkaitan dengan upaya mengenalkan prestasi, keahlian, dan segala sisi baik dari diri kepada publik. Tujuannya agar memperoleh kepercayaan orang lain dan meluaskan jaringan karier bagi, misalnya: jobseeker, karyawan yang ingin mengembangkan diri, influencer, marketer, entrepreneur, dan lain sebagainya.
Keadaan diri yang kemudian dibagikan kepada publik dengan, di antaranya:
- Optimalisasi media sosial.
- Menjalin networking dan kolaborasi.
- Membuat website pribadi.
Portofolio yang ditawarkan akan menampilkan citra diri. Namun demikian, harus dipertimbangkan tentang reputasi.Â
Demikian, karena membangun personal branding berkaitan erat dengan reputasi. Keliru meletakkannya, dapat meruntuhkan struktur personal branding yang telah susah payah dibangun.
Reputasi merujuk kepada perbuatan-perbuatan yang mendahului sehingga seseorang memperoleh nama baik. Pemahaman itu dikembangkan dari arti reputasi menurut kbbi.web.id: re*pu*ta*si /rputasi/ n perbuatan dan sebagainya sebagai sebab mendapat nama baik;
Maka, reputasi adalah pendapat umum yang berhubungan dengan penghargaan dan kekaguman --atau sebaliknya- kepada seseorang, berdasarkan watak dan perilaku sebelumnya.
***
Pada setiap kesempatan, Fulan berusaha membangun personal branding. Bukan menggunakan internet, tetapi dengan cara lawas: banyak omong.
Maka, cara konvensional mempromosikan diri tersebut dilakukan dengan:
- Bercerita tentang kehebatan diri perihal pengalaman, pengetahuan, dan prestasi.
- Berlaku manis di lingkungan baru, terutama kepada kenalan baru.
- Berusaha mengambil peran penting dalam komunitas.
- Membangun hubungan dengan teman-teman yang sependapat.
- Mengambil hati mereka yang berpangkat atau memiliki strata lebih tinggi (bahasa Jawa: ngathok).
Lantaran itu, Fulan berambisi menduduki jabatan ketua sebuah asosiasi, dengan segala cara.
Tentang ini, baca juga:Â Hindari Lingkungan Kerja Toksik dengan Asosiasi Non-asosiasi
Pada komunitas lain Fulan juga berbuat demikian. Sebagian berhasil mendudukkannya sebagai ketua.Â
Akan tetapi tidak demikian pada kumpulan lain. Banyak teman di lingkungan komunitas itu lebih memandang reputasinya, karena Fulan:
- Terbiasa menjelekkan orang lain ketika berbeda pendapat atau kehendak dengannya.
- Kerap menggunjingkan teman lain di belakangnya.
- Membesar-besarkan kemampuan sendiri kepada "orang baru" dalam komunitas, dalam rangka meraih simpati atau dukungan.
- Banyak omong dengan capaian nyata yang minim.
- Kadang berambisi keterlaluan tanpa mengukur kemampuan, ibarat pungguk merindukan bulan.
- Dan berbagai citra yang melemahkan reputasinya.
Akibat reputasi yang buruk, semakin lama orang semakin tahu tentang karakter Fulan. Beberapa teman "apkiran" atau limpahan dari Fulan merapat ke saya dan kemudian menjadi sahabat sampai sekarang. Sementara, keberterimaan dan networking Fulan menyempit.
Pada akhirnya, perbuatan, watak, dan perilaku seseorang akan membentuk figur atau citra menurut opini umum. Resultante dari citra yang menghasilkan reputasi dalam pandangan publik.
Citra akan berbanding lurus dengan reputasi. Apabila citra umum bersifat positif, maka reputasi orang tersebut juga positif. Demikian sebaliknya.
Bangunan kredibilitas dan networking yang susah payah dirakit dengan personal branding seketika bisa ambruk, karena orang lain atau publik melihat reputasi sesungguhnya yang bersifat buruk.
Jadi, cara membangun personal branding akan sia-sia, manakala reputasi tidak dijaga baik. Resultante citra itu sebangun dengan nilai-nilai yang dikandung promosi diri. Cara membangun personal branding mestinya seirama, senapas, dan berkorelasi positif dengan reputasi.