Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jangan Baper, tapi Beradaptasi dengan Lingkungan Kerja Toksik

22 Mei 2021   05:57 Diperbarui: 22 Mei 2021   05:56 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi lingkungan kerja oleh fahribaabdullah14 dari pixabay.com

Tidak perlu baper. Sebagai pegawai atau pengusaha, mestinya mampu beradaptasi terhadap lingkungan kerja toksik agar survive.

Apabila kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut menemui jalan buntu, ada baiknya mulai mempertimbangkan untuk berganti suasana. Alias pindah lingkungan pekerjaan.

Luasan dan skala kerusakan yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja toksik sulit diprediksi. Tergantung kepada kemampuan karyawan untuk beradaptasi atau menempatkan diri dalam situasi tersebut.

Situasional, karena lingkungan kerja toksik adalah keadaan yang tidak dikehendaki oleh organisasi yang menganut good corporate governance dan asas-asas manajemen modern lainnya.

Namun di manapun tempat bekerja berada, ciri lingkungan kerja toksik --sedikit banyak-- senantiasa ada, semisal:

  1. Terjadi pilih kasih dalam penugasan atau penentuan karir.
  2. Berlangsung office politicking, sikut-sikutan, pengkotak-kotakan yang tidak sehat.
  3. Merasakan beban kerja berlebihan, beban tidak realistis, atau melebihi batas waktu kerja secara terus menerus.
  4. Selalu merasa cemas sehingga mudah "sakit".
  5. Lingkungan kerja penuh gosip atau keluhan, baik dari sesama kolega maupun atasan.
  6. Kerap menjadi sasaran kesalahan, daripada pujian yang membawa kepada suasana hati, bahkan perilaku di lingkungan pergaulan dan rumah.
  7. Terjadi pelecehan, penindasan, atau perundungan.
  8. Tingginya tingkat turn over karyawan (pergantian/perubahan formasi) di perusahaan.
  9. Orientasi kepada keuntungan menjadi panglima bagi atasan.

Kita, sebagai pekerja maupun pengusaha lazim menemui atmosfer negatif tersebut pada nyaris semua lingkungan kerja.

Selama berperan sebagai karyawan perusahaan maupun selama menjadi wirausahawan, lingkungan kerja toksik merupakan hal yang tidak asing bagi saya. Kemauan dan kemampuan untuk beradaptasi yang akhirnya berpengaruh dalam menghadapi situasi itu.

Lantas, bagaimana beradaptasi atau cara menyesuaikan diri yang dipilih menghadapi lingkungan kerja toksik?

  1. Hindari masuk dalam lingkaran gosip di kantor.
  2. Kalaupun terjebak dalam gosip, dengarkan masukan negatif itu melalui kuping kiri, lalu keluarkan lewat kuping kanan.
  3. Jangan melibatkan diri dalam affair dengan sesama rekan kerja.
  4. Tidak membawa pekerjaan, apalagi persoalan kantor ke rumah. Itu akan membuat suasana rumah jadi muram.
  5. Berpikir positif dan berlaku gembira dalam menghadapi berbagai situasi kerja.
  6. Bila berlaku sebagai atasan, cari solusi dan negosiasi sebagai upaya penyelesaian.
  7. Ambil hak cuti, agar Anda berkesempatan menghirup suasana baru, tanpa memikirkan persoalan kantor.

Begitulah kiranya 7 kiat menghadapi lingkungan kerja toksik, yang berlaku bagi pegawai atau pengusaha. Meski demikian, ada batasan tertentu yang sebaiknya diperhatikan.

Apabila lingkungan kerja toksik sangat persisten dan berupa kultur mengakar pada sebuah perusahaan, maka sebaiknya Anda mempertimbangkan untuk melamar kerja ke tempat lain. Ciri-ciri negatif tersebut menandakan perusahaan tidak berada dalam kondisi terbaiknya.

Itu bagi mereka yang bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan. Bagi pengusaha?

Kurang lebih sama dan sebangun cara menghadapi situasi negatif tersebut. 

Pilihannya adalah: memperbaiki lingkungan kerja toksik menjadi kondusif (fixing dan repairing) atau hijrah dengan berganti usaha (switching).

Jadi, menghadapi lingkungan kerja toksik jangan dulu baper, tapi sebisanya beradaptasi dengannya. Jangan cengeng.

Begitulah dinamika worklife, bukan kehidupan asmara yang bercerita tentang cinta serta luka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun