Mengisi Perpustakaan
Kesenjangan lain adalah tiadanya buku-buku, yang dapat menjadi jendela pengetahuan dan keberaksaraan bagi murid. Setelah ditelusuri ke pemerintah kabupaten, diketahui bahwa setiap sekolah dianggarkan untuk perpustakaan. Namun kongkritnya sama sekali tidak ada.
Lagi-lagi kami menghadapi rantai birokrasi tidak berujung untuk mengurus persoalan itu.
Menyerah dengan keadaan tersebut, akhirnya dihimpun buku dari berbagai pihak. Untungnya saat itu mahasiswa memiliki posisi cukup terpandang di mata umum. Ada saja donatur yang menyumbang buku, termasuk beberapa kedutaan besar negara sahabat di Jakarta.
Kesimpulan
Demikian sekelumit gambaran, bahwa kekurangan guru menjadi persoalan yang mengakar sejak dulu, terutama di daerah pelosok.. Diidentifikasi, administrasi yang kaku menjadi sebab. Birokrasi telah menghambat penempatan tenaga pengajar terdidik pada lokasi yang relatif dekat dengan asal dan nyata-nyata kekurangan guru.
Pada zaman itu, keruwetan birokrasi juga menyebabkan pengurusan buku perpustakaan menjadi tidak jelas ujung pangkalnya. Jangan tanya soal sarana dan prasarana sekolah.
Kendati gambaran tersebut tidak serta merta dapat digeneralisasi menjadi kesimpulan umum tentang wajah edukasi formal di negara kita, namun demikian ia bisa merefleksikan keadaan pembelajaran di pelosok yang saat itu minim guru dan fasilitas.
Semoga hal itu tidak terjadi lagi pada masa sekarang yang ditandai dengan kondisi pendidikan yang jauh lebih baik.