Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ormas, Bergas tapi Beringas

26 Januari 2020   19:11 Diperbarui: 28 Januari 2020   14:06 2527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi: seragam loreng salah satu ormas yang masih tersimpan.

Gabungan Polres Sukabumi dan Cianjur, diperkuat pasukan Brimob Polda Jabar serta TNI, menjaga ketat jalan nasional Sukabumi-Cianjur, Jawa Barat, setelah timbulnya bentrokan antara dua organisasi masyarakat (Ormas), BPPKB versus Sapu Jagat.

Bentrokan terjadi hari Jum'at (24/01/2020), berlanjut sampai Sabtu (25/01/2020), tiga orang korban luka-luka akibat bacokan senjata tajam.

Mengantisipasi meluasnya bentrokan, pasukan gabungan mengerahkan ratusan aparat di perbatasan-perbatasan untuk mencegah massa anggota ormas memasuki Kota Sukabumi.

Empat hari sebelumnya, Senin siang (20/01/2020), dua ormas, Pemuda Pancasila (PP) dan Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar Banten (BPPKB) saling serang dengan senjata tajam, balok kayu, dan bambu.

Aparat Polres Kota Bogor menembakkan senjata api ke udara demi membubarkan pertikaian di ruang publik itu. Petugas kepolisian dikerahkan untuk menjaga situasi, mengingat isu menggelombangnya anggota ormas dari Bekasi, Depok, Tangerang, Bogor.

Keributan antarormas sebelumnya terjadi di Cikampek, Solo, Pemalang, Kebumen, Jakarta, Tangerang, Bekasi. Bahkan, beberapa tahun lalu, di Bogor, benturan antar ormas menyebabkan kematian.

Menalari kisah gangster, apakah itu Mafioso, Yakuza, Triad, dan lainnya, benak akan dipenuhi pertikaian antar gangster, berdarah-darah merebutkan kekuasaan dan uang di area: judi, prostitusi, narkoba, dan merkantilis haram lainnya.

Tapi bentrokan antar ormas domestik di atas tidak begitu saja disebandingkan dengan kisah mafia skala internasional: perebutan ruang yang mendatangkan uang gampang.

Saya akan berkisah pengalaman (pernah) ikut ormas dan asam-garam menghadapinya secara langsung, sebagai berikut:

Keterlibatan dalam Ormas
Ketika bujangan, saya diperbantukan mencatat transaksi keuangan dan administrasi pada sebuah himpunan dipimpin YR, yang notabene petinggi ormas paling disegani di zaman itu (sekitar tahun 92-an). Pekerjaan itu dilakukan malam, usai bekerja di lembaga keuangan swasta. Inilah mula saya terbiasa double job, bahkan lebih. Skip!

Himpunan itu mengutip iuran, dengan surat resmi, kepada pengelola tempat hiburan (cafe, karaoke, night club, panti pijat, diskotik) se-Jakarta dengan imbalan "pengamanan". Aura kengerian menjadi modal utama. Tidak nampak tetapi nyata, sehingga pengelola tempat hiburan "sungkan" jika tidak menyetor iuran bulanan.

Setelah hidup berumah tangga, sambil bekerja saya mendirikan lembaga swadaya masyarakat (LSM), terinspirasi dari Non-Government Organization (NGO) di luar negeri. Sedikit banyak, gagasan itu timbul setelah membaca akar civil society (societes civilis) dari Cicero (106-43 SM) dalam filsafat politiknya. Hehehehe.

Idealisme organisasi nirlaba ini adalah: mengumpulkan anggota yang seminat, pertukaran ide antar anggota, pemberdayaan masyarakat sekitar, kegiatan sosial dan lainnya. 

Organisasi itu juga bukan seperti kapitalisme merkantilis yang diintrodusir Belanda, namun didirikan oleh sekumpulan orang dengan minat, kepentingan, hobi, dan kegiatan yang sama. Untuk itu dibentuk AD/ ART, lalu didaftarkan pada pemerintahan setempat.

Jauh setelah itu, saya direkrut menjadi anggota sebuah ormas, yang menurut pengertian saya semula adalah LSM atau civil society nirlaba seperti biasa. Seragam loreng menjadikan saya bergas, gagah, disegani (tepatnya: ditakuti) masyarakat awam.

Kebanggaan menyemai ketika berjalan di keramaian, sampai kemudian ada "perintah dari komandan" untuk mengedarkan proposal penggalangan dana. Lho?

Proposal yang "menodong" pengusaha-pengusaha sekota kecil itu untuk menyumbang, kalau tidak akan "dimusuhi". Saya merasa terkooptasi. Kegiatan ormas berseragam loreng itu berlawanan dengan nurani. Lalu Saya menyingkir, menyisakan seragam loreng tersimpan sampai hari ini.

Berhadapan Langsung dengan Ormas
Saat mengelola cafe semi fine dining, yang menjual F&B --termasuk minuman beralkohol resmi-- dan live music, saya pernah berhadapan dengan ormas yang ngamuk memecahkan neon sign bir ***t*** serta merusak bagian depan bangunan.

Menurut tiga serangkai pengacara ormas tersebut, yang merupakan pelanggan cafe itu, motivasinya adalah UUD (ujung-ujungnya duit) yang mesti disetor setiap bulan. 

Sementara itu, "daerah merah" Tanah Abang bongkaran dan cafe yang ada di dekat markas pusatnya tidak disentuh, karena dikuasai H yang dibawa dari wilayah timur oleh seorang jenderal.

Berikutnya, menggeluti bidang konstruksi. Berhadapan dengan soal teknis (administrasi, pemahaman gambar, aplikasinya, pelaporan, penagihan, dan pemeliharaan) dan non-teknis (menghadapi dinamika pekerja, birokrat, aparat, warga, dan ormas).

Ormas yang dihadapi bisa berjumlah dua sampai delapan buah, tergantung daerahnya. Anggota yang dibawa bisa berjumlah, dari belasan orang sampai puluhan orang.

Di mana aparat keamanan setempat?

Persis seperti digambarkan dalam film-film koboi jaman dulu, pasukan federal datang berkuda belakangan, setelah keributan antara cowboy dengan Indian usai!

Belasan, puluhan, orang berseragam hitam kelam atau loreng itu menguarkan hawa ketakutan di bedeng proyek. Di antara ormas-ormas ingin menjadi paling berkuasa atas proyek. Jika kompak, maka uang yang diperokeh dibagi-bagi. Jika tidak, maka akan timbul gesekan antar mereka.

Ujung-ujungnya duit (UUD)! Orang bergas, gagah, itu meminta sejumlah dana yang disebut: uang koordinasi, pengamanan, kompensasi, dan segala pengertian lainnya. Bagi kontraktor dibutuhkan kekuatan mental negosiasi agar tidak mudah "diperas".

Jika tidak memberi uang? Atau memberi uang lebih sedikit dari yang diminta? Ngamuk-ngamuk, beringas, ngegas-ngegas mesin kendaraan dan, yah.... selanjutnya silakan diimajinasi.

Menurut hemat Saya, saat ini ormas berseragam loreng adalah lembaga swadaya masyarakat yang telah bergeser dari tujuan semula, yakni pertukaran ide, pemberdayaan masyarakat, kegiatan sosial.

Sebagian darinya malah menebarkan rasa takut kepada orang awam semata-mata demi mendapatkan sejumlah uang pengamanan atau uang koordinasi. 

Ditengarai, perebutan "kekuasaan" atas sumber uang yang gampang, biasa didapat dengan menebar ketakutan dimaksud, merupakan pangkal dari gesekan/bentrokan antar ormas. Kelompok semakin "ditakuti" akan semakin menguasai sumber uang. Bentrokan adalah perwujudannya.

Selain itu, ormas yang --umumnya-- berbasis primordial itu cenderung fanatik dengan organisasinya sehingga sedikit singgungan antar anggotanya memicu bentrokan yang mencekam. Sebab lain bisa karena saling ejek antar anggota, mabuk miras, atau soal remeh temeh lainnya.

Ormas-ormas semacam itu seharusnya segera difiltrasi sedemikian rupa oleh pihak berwenang, agar organisasi masyarakat --lembaga swadaya masyarakat-- lain yang memang mempunyai misi sosial tidak tercemari ormas bergas yang semakin hari semakin berperilaku beringas.

Semoga tidak ada lagi bentrokan antar ormas, yang merugikan masyarakat awam.

~~Selesai~~

Sumber bacaan: 1, 2, dan 3

Catatan: Definisi dan arti bergas menurut KBBI adalah gagah. Arti lainnya dari bergas adalah cergas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun