Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Buah Kepel nan Berkhasiat

20 November 2019   13:07 Diperbarui: 20 November 2019   13:15 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi: Buah kepel

Setelah mengalami perontokan daun hijau tua akan tumbuh pucuk-pucuk berwarna merah muda keungguan. Sekumpulan daun merah muda yang membentuk kerucut raksasa menjulang setinggi sepuluh meter. Sebuah pemandangan indah yang tak berlangsung lama.

Warna merah muda keunguan berganti dedaunan menghijau. Menyembul bunga-bunga pada batang dan cabang-cabangnya. Tajuk bunga jantan pada cabang berguguran membentuk semacam karpet beludru hijau muda di atas tanah sekelilingnya. Sisa bunga betina pada batang melahirkan buah-buah kepel.

Dahulu kala, pohon buah kepel hanya boleh tumbuh di lingkungan keraton. Tabu bagi rakyat biasa menanamnya, apalagi memakan buahnya. Pemali!

Sebetulnya ada beberapa khasiat yang dirahasiakan selama berabad-abad.

Mengkonsumsi rutin daging buah yang terasa manis tersebut akan menghilangkan bau badan, menjadi anti-prespirant atau pengendali keringat secara alami bagi keluarga kerajaan.

Rahasia paling disembunyikan adalah: buah matang setelah diperam dicampur perasan daun sirih, kunyit, temu kunci dan sedikit kencur. Ramuan manjur yang menyebabkan wanita mengalami kemandulan sementara. Diminum sebelum dan setelah berhubungan badan dengan pasangan. Ramuan kontrasepsi alami yang hanya dikenal di lingkungan kerajaan.

Para garwa ampeyan, selir raja, biasa meminum ramuan itu agar tidak hamil. Menjaga daya tarik atau ketika merasa cukup memiliki anak dari raja. Demikian agar tugas menyenangkan raja tetap terjaga. Mememelihara kondisi tubuh, boleh jadi, demi lebih disukai raja dibanding selir lain. Dipanggil ke kamar menemani raja merupakan sebuah kebanggaan tersendiri.

Tanpa kentara, ekor mata Ndoro Bayu mengikuti lenggak-lenggok langkah Sutinah menuju rumah induk. Beberapa kali balik dan beberapa kali pula kerlingan lelaki itu menerawang tubuh semampai dari kejauhan.

Lelaki berusia melewati empat dekade itu kemudian beranjak dari kursi goyang kayu jati, turun ke lantai bawah menemui ruang makan.

"Ayo bune, makanan sudah tersaji. Aku lapar."

Hidangan lezat yang selalu ditunggu Ndoro Bayu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun