Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pernyataan Populis dan Penggusuran Sunter

17 November 2019   18:39 Diperbarui: 17 November 2019   19:01 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga korban penggusuran di Jalan Sunter Agung Perkasa VIII, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara masih bertahan di puing-puing bangunan bekas rumah mereka, Sabtu (16/11/2019)(ANTARA/Fauzi Lamboka)

Di dalam kegiatan politik, seperti kampanye pemilihan umum, sering terdengar pernyataan-pernyataan bersifat populis. "Mewakili rakyat"; "Membela rakyat"; "Bekerja untuk rakyat"; "Anti penggusuran" adalah sebagian contoh ujaran yang dilontarkan untuk menarik perhatian masyarakat pemilih.

Barangkali itu menjadi salah satu cara seorang politisi berjanji akan selalu berada di samping kepentingan masyarakat dengan melambangkan dirinya sebagai anti tesis dari kemapanan otoritas yang berkuasa. Suatu upaya untuk menarik sebanyak-banyaknya dukungan warga pemilih.

Maka dalam perlawanannya, politisi tersebut akan memunculkan narasi yang menegasikan kebijakan-kebijakan kelompok berkuasa. Kadang kala mereka memposisikan diri sebagai Robin Hood yang kelak akan mengaspirasikan perasaan khalayak atau menyetarakan diri dengan orang kebanyakan.

Bahwa kebijakan (janji politik) semacam itu selalu membawa embel-embel "untuk masyarakat" tanpa pemikiran matang tentang bagaimana pelaksanakan kebijakan tersebut. Kebijakan semacam ini keluar tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang dan hanya untuk keuntungan jangka pendek (pemilu).

Pernyataan kampanye tersebut sah-sah saja untuk mendapatkan simpati warga pemilihnya, sepanjang konsisten dengan tindakan. Pada gilirannya, jumlah perolehan suara akan menjadi konsideran.

Lantas bagaimana pernyataan-pernyataan yang dilontarkan selama masa kampanye dalam prakteknya, setelah politisi itu berkuasa. Beberapa pengalaman lapangan menunjukkan ketidak-sinkronan antara janji politik dengan kenyataan ketika sang politisi sudah mendapatkan kekuasaannya.

Di bawah ini ditunjukkan ilustrasi: bagaimana pernyataan populis saat kampanye dibanding realitas setelah berkuasa? Pertimbangannya, semata-mata karena masih hangat peristiwanya saja, bukan sebuah penghakiman. Contoh-contoh lain mungkin saja dikembangkan lebih banyak lagi.

Pada saat kampanye, tercatat pernyataan Anies Baswedan yang menolak segala bentuk penggusuran seperti yang pernah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta sebelumnya. Otoritas sebelumnya dianggap telah berlaku sewenang-wenang melakukan penggusuran. Sehingga penggusuran dalam bentuk apapun dapat menyakitkan, menyengsarakan masyarakat.

Seperti disampaikan Anies kepada warga Tanah Merah, Koja, Jakarta Utara pada 11 Maret 2017: "Menggusur itu hanya akan menyebabkan kesengsaraan buat warga. Karena itu saya berkomitmen tidak akan melakukan penggusuran," tutupnya.

Belum lama, sejumlah warga Jakarta di di Jalan Sunter Agung Perkasa VIII, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengeluhkan penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jakarta Utara.

Sedangkan pihak pemda beralasan perubuhan bangunan itu sebagai upaya penataan wilayah yang selama ini rawan genangan air disaat musim hujan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun