Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cokelat Kenangan

16 November 2019   08:00 Diperbarui: 16 November 2019   08:06 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Shutterstock

Aku menahan sekuat tenaga agar dinding bendungan itu tidak jebol menumpahkan seluruh isi membanjiri keriput melapuk. Rasanya tak pantas seorang lelaki mengeluarkan air mata. Bahkan pada sebuah peristiwa kematian.

Ini bukan tentang kematian biasa, seperti mengenai matinya teman-teman sebayaku sebagaimana malam menjemput senja.

Ungkapan kesedihan turut berbela-sungkawa serta basa-basi menguatkan keluarga tertinggal sudah merupakan kebiasaan akhir-akhir ini.

Aku hanya tinggal menunggu tibanya malam menjemput senja. Kematian yang sama, meninggalkan keluarga bersedih.

Ungkapan kesedihan yang serupa, turut berbela-sungkawa serta basa-basi menguatkan keluarga tertinggal.  Sudah menjadi kebiasaan bagi para pelayat kematian.

Berbeda dengan keadaan yang ini. Ungkapan biasa, turut berbela-sungkawa serta basa-basi menguatkan keluarga tertinggal, tidak kuasa memupus perasaan kehilangan yang telah terukir di hatiku.

Seorang teman baik, sahabat, sandingan mengarungi hidup telah meninggal dunia. Menyisakan kenangan yang enggan beranjak dari ingatan. Sulit luntur, meskipun penglihatan mulai pudar tangan bergetar. Nama panjangnya pun tidak bisa pernah buram sampai matanya pejam.

Reta Andini Purnamawati binti Surachman. Mana mungkin aku bisa lupa kepada nama pemilik wajah rupawan berkaca-mata minus bertahi-lalat di pipi.

"Hah....kereta? Panjang sekali namamu....?" kataku menggoda diawal perkenalan.

"Reta...Reta....Reta Andini Purnamawati " suaramu meninggi, kesal. Kekesalan yang semakin membuatku gemas. Rasanya ingin sekali memegang pipi meronamu karena ngambek manja.

Tetapi kita baru saja kenal pada hari pertama kursus Bahasa Inggris. Di tempat penuh kenangan itu kita menyemai bibit-bibit cinta.

Ah...aku terlalu ge-er. Akulah yang terlebih dahulu merayu agar engkau mau selalu berdekatan denganku.

Kita memang berbeda usia, engkau belum lama lulus SMA berusaha meningkatkan kemampuan lebih. Sedangkan aku telah melampaui pendidikan tinggi dan mengikuti kursus Bahasa Inggris demi merayapi karir di sebuah perusahaan perdagangan. Sepuluh tahun perbedaan, berbeda pula generasi.

Tidak aneh ketika engkau masih menganggap dirimu sebagai remaja dan memandangku orang yang telah sangat dewasa. Engkau merasa lebih cocok berbagi kasih dengan pria seumur.

Aku terlanjur jatuh hati kepadamu. Diwaktuku yang nyaris telat untuk berumah-tangga, engkau muncul bagai telaga bening tempat menuntaskan dahaga bagi burung bangau penyendiri.

Perhatian pada pekerjaan membuatku abai menyegarkan jiwa dengan mengenal mahluk indah ciptaan Sang Maha Pemilik Segala Keindahan. Engkaulah mahluk indah itu.

Keteguhan hati untuk menjadikanmu sebagai dermaga asmara pertama dan terakhir melabuhkan kapal jatuh waktu telah meluluhkan hatimu, yang aku tahu terbuat dari cokelat manis.

Aku kerap membawakan cokelat berisi kacang mede. Engkau begitu riang menerimanya. Suatu kegirangan yang kemudian membuatku khawatir.

"Jangan kebanyakan, nanti terkena asam urat lho..!"

"Biarin. Kalau aku sakit, toh ada yang merawatku. Kamu.....".

Sebuah pengakuan aleman yang membuat hatiku sebagai cairan cokelat hangat mengolesi bibir merah merekah lalu meresap ke seluruh penjuru jaringan nadimu.

Hati kita meleleh, kemudian melebur menjadi satu ikatan suci.

Bertahun kemudian, akulah yang terkena penyakit asam urat. Kopi, merokok dan pikiran tak berkesudahan perihal karir tidak naik-naik memicu pengentalan darah.

Berakhir pada mengkristalnya cairan pelumas pada sendi-sendi kaki. Bengkak, sakitnya tidak bisa diceritakan.

Rasa sakit yang awalnya menghampiri beberapa tahun sekali. Kemudian setahun sekali, enam bulan sekali dan terakhir rutin datang tiap bulan tidak peduli sedang musim hujan atau tidak.

Engkau demikian telaten merawatku, meski belakangan disibukkan dengan kegiatan di dapur.

Kesukaan makan cokelat demikian membuatmu pandai membuat aneka olahan coklat.

Kue klemben cokelat, apa itu namanya? Oh ya, kue brownis yang laris di kalangan ibu-ibu arisan. Kue kering berupa kacang tanah kasar disiram adonan cokelat yang diam-diam kumakan sebagai kudapan.

Engkau sedemikian gusar mengetahuinya. Kacang merupakan salah satu pantanganku.

Bisnis, tepatnya dagangan, cokelat menjadi salah satu penopang konstruksi keuangan hidup berumah tangga kita. Kekuatanku menyangga atap perlindungan keluarga nyaris melemah.

Pada usia menapaki empat puluh, perjalanan memuncaki pangkat sedemikian tersendat kalah lesat dengan mereka yang masih bertenaga muda. Kompetisi yang membuat kalut.

Kekalutan mudah menyalakan emosi. Sebuah keputusan yang dimasak dengan bara api emosi telah menghasilkan penyesalan yang kelak aku ratapi seumur hidup.

Beberapa kali aku menahan agar dinding bendungan tidak jebol menumpahkan seluruh isi membanjiri keriput melapuk.

Namun aku tidak mampu menahannya lebih lama. Gelombang kesedihan membadai menghantam ruang dada kisut menonjolkan tulang belulang menggetarkan dinding bendungan.

Segera aku pamit kepada kerabatmu, sebisanya menahan napas. Dengan demikian aku bisa cepat menyingkir dari tempat menyayat itu.

Melepaskan pertahanan dinding bendungan yang sebentar lagi jebol menumpahkan seluruh isi kesedihan membanjiri mata berkelopak keriput melapuk, tanpa terlihat oleh suamimu beserta anak-anaknya yang berduka, almarhumah Reta Andini Purnamawati binti Surachman.

Di dalam dada hanya tertinggal rasa kehilangan dan penyesalan, seperti cairan cokelat kesukaanmu yang melekat abadi sampai nanti.

~~Selesai~~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun