Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Abaikan Kodok Nyinyir, Menulislah!

10 November 2019   07:48 Diperbarui: 10 November 2019   07:55 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semestinya bulan-bulan ini merupakan hiruk-pikuknya pekerjaan konstruksi. Siang malam seluruh sumber daya dikerahkan demi pencapaian target penyelesaian proyek sebulan kedepan. Iringan concrete mixer truck sudah usai, kalaupun ada bukan untuk pekerjaan struktur yang membutuhkan minimal tiga minggu pematangan beton. Pekerjaan finishing pun memerlukan waktu lebih dari sebulan, sub-pekerjaan yang bernilai rupiah sedikit namun perlu detailing.

Keadaan berubah. Selama sebelas bulan terakhir, saya hanya bisa duduk bermenung tidak bergiat lagi di bidang perakitan bangunan dan infrastruktur. Kemunduran fisik serta kekuatan durasi daya pikir menghalangi.

Daripada membelanjakan waktu untuk hal tidak berguna, tiga bulan terakhir saya mulai berselancar di Kompasiana melalui akun yang sudah bersarang laba-laba. Berpetualang sambil sesekali menulis artikel yang jauh bandingannya dengan para penulis kawakan di belantara blog keroyokan itu.

Demam panggung? Pasti.

Lambat-laun beberapa artikel lainnya telah menginspirasi lantas memacu adrenalin untuk berkreasi. Selama seminggu ada saja yang ide untuk ditulis. Produksi sebuah artikel sampai tayang memerlukan setidaknya dua hari. Tidak terlalu bagus tapi lumayan. Menulis sebisanya, sesuka hati kemana emosi berlayar. Kadang meletup-letup merambah dunia redup seperti cerita-cerita lampu remang-remang kemerahan. Sampai ketika saya menyadari, bahwa pokok pikiran yang terbersit dalam sebuah tulisan --sedikit banyak-- akan berlabuh pada preferensi pembaca.

Pembaca berhak mendapatkan tulisan bermutu, menginspirasi, menelurkan manfaat, menyenangkan atau kekinian. Artikel-artikel saya tidak memenuhi satupun tolok-ukur itu. Sebuah tulisan bisa jadi merupakan pengejawantahan rasa penulisnya tanpa mencemari udara literasi yang sudah sedemikian menyegarkan. Terlalu egois, seperti menyampah pada sembarang tempat.

Kemudian saya memulai kebiasaan menulis dengan menghiraukan kenikmatan yang akan dirasakan sekian banyak audiens. Tidak mudah, karena terlanjur terbiasa menulis perihal formal seperti: Dokumen Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (RK3K), Metode Pelaksanaan, Laporan Perkembangan, Justifikasi Teknis dan surat-surat lain berkaitan dengan proyek konstruksi yang tidak perlu banyak narasi. Oleh karenanya, tulisan saya demikian terpengaruh sehingga sebahagian besar artikel bernuansa teknis dan formil. Tak apa, yang  penting ada pencapaian yang sedap dipandang rasa.

Untuk pertama kalinya, saya merasakan kegembiraan tatkala sebuah artikel diberi label "Pilihan". Artikel yang menurut saya telah memenuhi kaidah-kaidah penulisan yang dapat diterima khalayak pembaca. Artikel tersebut menjadi parameter untuk memotori kebiasaan dalam menulis. Ditemukan, bahwa seyogyanya saya harus  bisa senantiasa jujur pada tulisan sedang dibangun, tidak perlu melulu meniru pola penulis kawakan. Hasil olah pikir mereka diperlakukan sebagai sumber inspirasi, seperti apa artikel yang layak dibaca banyak orang. Lalu saya membiasakan menulis dengan memproyeksikan kehendak pembaca. Lama-lama menjadi suatu kesenangan. Suatu kebiasaan yang merupakan kesenangan secara bertahap dikonstruksikan menjadi sebuah hobi.

Seorang kawan dari masa lampau mengomentari artikel yang berhasil mendapat predikat "Pilihan" dan "Artikel Utama" dari para admin Kompasiana. Reaksinya menggoyahkan rasa percaya diri, lantas menyurutkan kebisaan saya dalam menulis.

Ibarat seekor kelabang malang jatuh dan jatuh lagi ketika melenggang, padahal tadinya tiada soal dengan gerakan puluhan kakinya. Ia biasa berjalan tanpa masalah dengan koordinasi yang baik, sampai ketika seekor kodok menyindir binatang berkaki-seribu sedang melintas: "Dengan kaki sebanyak itu, kaki mana yang akan engkau gerakkan terlebih dahulu, lalu manakah yang berikutnya?" Pertanyaan-pertanyaan yang menghancurkan hidupnya.

Memikirkan cara, teknik, estetika menjadikan saya gamang. Untunglah, saya cepat menyadari. Toh hasil yang hendak dicapai adalah menayangkan artikel layak baca, bukan mengenai cara atau teknik menulis agar mendapatkan penghargaan berupa label, awards dan uang. Ketik saja sepuasnya rasa menggelegak, sepanjang mengikuti lorong kaidah-kaidah penulisan yang dapat dirasakan batasannya. Saya percaya, semakin kerap menulis akan kian elok artikel dibuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun