Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Kado Terindah] Ning.....

10 Oktober 2019   07:36 Diperbarui: 10 Oktober 2019   08:04 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerobak Doclang di Trotoar Jembatan Merah Bogor (dokpri)

Ning sesekali menengok arloji di pergelangan tangan. Leher jenjang menjulur menyapukan pandangan menembus ujung jalan Merdeka. Sebarisan angkot berjejer menunggu penumpang yang semakin sepi ditelan kendaraan daring. Sepeda-motor dan mobil beruntun melindas aspal meranggas panas. Tak terdengar di kejauhan raung motor trail memekak telinga. Mobil Jepang berseliweran tidak tertumbuk pandangan pada satupun VW kodok, mobil bulat berwarna merah muda bersuara seperti mesin jahit.

Setengah jam Ning bak penari payung, mondar-mandir di atas trotoar Jembatan Merah, menunggu Rudi menyembul dari parkiran dengan muka lugu. Beruntunglah, di sekitaran ada toko tekstil besar demi melampiaskan rasa bosan. Kain kiloan dibelinya untuk bahan tilam. Belum tampak juga batang hidung pria yang beberapa kali membuatnya gusar karena tidak tepat waktu.

Terlambat bukan sebab ada wanita lain yang secara sembunyi disambangi. Bukan tipe Rudi. Ning mengenal watak Rudi yang terbuka, tulus mengakui apa yang membuatnya lalai dalam memenuhi janji. Kejujuran itulah yang membuat Ning menyukai Rudi diantara pria-pria yang mengitari bersaing menjadikannya sebagai kekasih. Rudi bukanlah pria paling keren atau berharta dari keempat lelaki yang merayunya. Rudi percaya diri mendatanginya dengan mobil kuno, sebuah VW kodok yang imut dan berbentuk lucu. Sementara lainnya bangga dengan mobil baru dibeli dari uang bapaknya. Kelak mobil mungil itu dicat dengan warna kesukaan Ning, merah jambu. Rudi senang dengan warna itu, buktinya ia tidak pernah malu mengendarai mobil berkelir feminim itu ke kantornya.

Rudi jujur bercerita: muasalnya dari keluarga biasa. Berjuang menjadi tulang punggung membuatnya menepis kehendak untuk mengangsur mobil baru atau membelanjakan kepada hal tidak perlu. Seorang gentlemen yang mengayomi jika ada hal yang membuat Ning gelisah. Hidup keras telah menempanya. Ning nyaman dengan ujaran Rudi yang lemah lembut namun memuat nilai tegas.

Tak ada gading tak retak. Kebiasaannya terlambat datang ketika Ning minta diantar ke mall atau cafe untuk bertemu kelompoknya. Telat yang membuat rikuh untuk memikirkan alasan.

Paling menyebalkan ketika kumat penyakit utak-atik mobil antik atau petualangannya menerabas semak dengan motor trail. Hari Minggu seperti sekarang ini tidak bisa diharapkan kedatangan tepat waktu. Suatu ketika, Ning minta diantar ke mall, dimana teman-temannya berkumpul untuk perayaan ulang tahun salah seorang. Rudi datang menggunakan celana pendek berkaos oblong sobek dibagian ketiak, dan masih belepotan dengan minyak mesin pada sekujur tubuhnya. Ning tidak bisa mengajak Rudi masuk ke mall yang penuh pengunjung wangi. Ada saatnya telpon genggam Rudi sulit dihubungi. Demikian pula nomor milik teman-teman penyuka motor trail. Seharian mereka berdebu asyik menerabas perkampungan menuju gunung yang sulit dicapai dengan kendaraan lain dimana tidak tersedia sinyal seluler.

Selain kekacauan yang pernah ditimbulkan, Rudi merupakan teman menjelajah jalan yang menyenangkan. Tertawa sambil menaiki VW kodok yang adem meski tidak memakai A/C seperti mobil mutakhir. Ning cemberut ketika gadis-gadis centil kerap melirik pengemudi VW kodok warna pink yang ganteng itu. Atau melanglang berboncengan mengendarai sepeda-motor trail bersuara bising. Sadel yang kecil menyebabkan Ning merapatkan tubuh memeluk erat badan Rudi. Membuatnya tenteram berlama-lama.

Tadi malam Rudi tidak bisa datang, "ada keperluan ke luar kota" katanya. Sebagai tebusannya, Rudi menawarkan Ning bersantap bersama pada Minggu siang ini. Ditentukanlah makanan kaki lima kesukaan Ning, Doclang. Sepiring makanan ini terdiri dari irisan lontong yang dibungkus daun patat, potongan tahu goreng, beberapa kerat kentang rebus yang digoreng kembali agar tidak lembek. Kemudian disiram bumbu kacang kental lalu ditaburi bawang goreng serta krupuk. Bumbu kacangnya hampir mirip bumbu gado-gado siram, tapi warnanya lebih pekat. Rasanya gurih sekali.

Ning semakin resah, VW kodok merah jambu belum menampakkan batang hidungnya. Sebuah mobil keluarga parkir di depan trotoar tempat Doclang mangkal, dikemudikan oleh Rudi.

Ibunya keluar dari mobil itu, sumringah menghampiri Ning. "Mama.....?" Ning memeluk girang. Ayahnya merangkul mereka.  berbisik lembut: "Tadi Rudi mampir ke rumah berbicara panjang lebar, menyampaikan maksud. Terserah Ning! Mau atau tidak? Mama dan Ayah mendoakan saja".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun