Beberapa waktu lalu, Densus 88 kembali menangkap jaringan terorisme. Meski bukanlah hal yang baru, banyak orang yang terkejut dengan latar belakang terduga teroris yang ditangkap tersebut. Karena yang bersangkutan merupakan karyawan BUMN, yang bekerja di PT Kereta Api Indonesia.
Jika ditelisik lebih dalam, keterlibatan aparatur sipil negara dalam radikalisme dan terorisme sudah terjadi sejak lama. Hanya saja, eskalasinya setiap tahun semakin ada saja. Hal inilah yang mungkin membuat sebagian orang khawatir. Bagaimana mungkin seorang pegawai negeri sipil yang punya literasi cukup matang, tapi juga terpapar radikalisme. Tapi faktanya, banyak yang terpapar.
Ada yang berpendapat, hal ini merupakan bentuk pergeseran baru pola rekrutmen yang dilakukan oleh kelompok radikal. Umumnya mereka para pegawai negeri sipil tersebut terpapar radikalisme, setelah masuk ke dalam lingkungan kementerian lembaga. Lalu, bagaimana mungkin seorang yang masuk menjadi terpapar? Bukankah seleksi di kementerian lembaga saat ini lumayan agak ribet?
Ternyata para pelaku tersebut terpapar setelah masuk dalam pegawai negeri sipil. Tak heran jika mereka lolos seleksi. Karena ketika masuk ke depan PNS, kalau lolos seleksi, karena memang sejatinya mereka belum terpapar. Namun ketika masuk menjadi PNS, tidak sedikit dari PNS yang justru masuk menjadi anggot teroris.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pernah menyebutkan banyak masjid di lingkungan kementerian lembaga, terpapar radikalisme. Banyak khotbah di lingkungan kementerian lembaga, disusupi oleh sentimen kebencian, dan segala macamnya.Â
Bisa jadi, penangkapan para teroris yang berlatarbelakang PNS ini, merupakan puncuk gunung es terorisme di Indonesia. Semestinya, pegawai negeri sipil mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Seorang PNS semestinya lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Bukan menghancurkan kepentingan negara.
Mari kita semua introspeksi. Berbagai cara terus dilakukan oleh kelompok radikal, untuk menyusup ke segala lini kehidupan, termasuk ke dalam lembaga negara. Bahkan, petugas polisi pun pernah ada yang terpapar radikal dan menjadi jaringan terorisme.Â
Sebelumnya, tidak sedikit dari lembaga pendidikan, yang juga turut terpapar. Dari peserta didik sampai ke pengajar, dosen, dekan hingga rektor, ada yang pernah terpapar radikalisme.
Saat ini, radikalisme dan terorisme merupakan musuh semua negara termasuk Indonesia. Radikalisme merupakan akar dari terorisme. Seseorang telah terpapar radikalisme, bisa dipastikan selangkah lebih dekat dengan terorisme. Karena itulah, menjaga kementerian dan lembaga negara dari pengaruh radikalisme, penting untuk dilakukan. Jaga masjid-masjid yang ada di kementerian lembaga, agar tidak disusup oleh oknum penceramah, yang diam-diam menyebarkan radikalisme.